Nadiem Makarim Diperiksa Kejagung Soal Dugaan Korupsi Laptop Chromebook Kemendikbudristek

Nadiem Makarim diperiksa selama 12 jam oleh Kejagung terkait kasus dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook Kemendikbudristek. -FOTO DISWAY -

JAKARTA – Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim terkait kasus dugaan korupsi pengadaan laptop di Kemendikbudristek.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar mengatakan dalam pemeriksaan tersebut, Nadiem dicecar soal pelaksanaan rapat yang diduga mengubah hasil kajian teknis terkait pengadaan laptop Chromebook.
“Ada hal yang sangat penting yang didalami oleh penyidik dalam kaitan dengan rapat pada Mei 2020. Kita tahu bahwa kajian teknis sebenarnya sudah dilakukan sejak April, tapi kemudian diubah sekitar Juni atau Juli,” kata Harli kepada wartawan, Senin, 23 Juni 2025.
Harli menjelaskan, dalam rapat yang digelar pada 6 Mei 2020 itu, penyidik menduga ada pengkondisian hasil kajian teknis penggunaan laptop Chromebook yang sebelumnya telah dilakukan. Rapat tersebut diduga menjadi dasar pengadaan laptop, meskipun efektivitasnya untuk pembelajaran sempat dipertanyakan.
“Pada akhirnya (kajian teknis) diubah sekitar Juni atau Juli. Tetapi sebelumnya ada rapat 6 Mei 2020, dan oleh penyidik inilah yang sedang didalami,” ujarnya.
Sebelumnya, Nadiem telah menjalani pemeriksaan selama kurang lebih 12 jam terkait dugaan korupsi pengadaan laptop di Kemendikbudristek untuk periode 2019-2022.
Usai pemeriksaan, Nadiem menegaskan bahwa kehadirannya di Kejagung merupakan bentuk tanggung jawabnya sebagai warga negara yang taat hukum.
“Saya hadir hari ini di Kejaksaan Agung sebagai warga negara yang percaya bahwa penegakan hukum yang adil dan transparan adalah pilar penting bagi demokrasi dan pemerintahan yang bersih,” ujar Nadiem di Gedung Bundar, Kejagung, Senin, 23 Juni 2025.
Ia juga menyampaikan apresiasi kepada jajaran penyidik Kejagung yang menurutnya telah mengedepankan asas keadilan, transparansi, serta asas praduga tak bersalah.
“Saya akan terus bersikap kooperatif untuk membantu menjernihkan persoalan ini demi menjaga kepercayaan masyarakat terhadap transformasi pendidikan yang telah kita bangun bersama,” tegasnya.
Sebelumnya,  Mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim menegaskan bahwa program pengadaan laptop Chromebook di masa kepemimpinannya tidak ditujukan untuk sekolah-sekolah di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T). Menurutnya, bantuan laptop hanya diperuntukkan sekolah yang telah memiliki akses internet.
’’Saya ingin mengklarifikasi proses pengadaan laptop yang terjadi di masa jabatan saya tidak ditargetkan untuk daerah 3T. Sekolah yang menerima bantuan ini adalah yang sudah memiliki akses internet,” kata Nadiem dalam konferensi pers di Jakarta Selatan, Selasa, 10 Juni 2025.
Ia menambahkan, untuk mendukung transformasi digital di dunia pendidikan, pihaknya juga mengalokasikan modem WiFi 3G, proyektor, dan perangkat pendukung lainnya dalam paket pengadaan tersebut.
“Pengadaan ini tidak hanya mencakup laptop, tetapi juga modem WiFi 3G dan perangkat lain guna memastikan perangkat dapat digunakan secara maksimal,” ujarnya.
Lebih lanjut, Nadiem menjelaskan alasan pemilihan Chromebook dibandingkan sistem operasi lainnya adalah karena pertimbangan harga dan fitur.
“Kajian dari tim Kemendikbudristek menunjukkan bahwa dengan spesifikasi yang setara, Chromebook 10–30 persen lebih murah dibanding laptop dengan sistem operasi lain,” ungkapnya.
Ia juga menekankan bahwa sistem operasi Chrome bersifat gratis, sementara sistem operasi lain memerlukan lisensi dengan biaya tambahan sekitar Rp1,5 juta hingga Rp2,5 juta per unit.
Tak hanya itu, fitur keamanan dan pengendalian aplikasi di Chromebook menjadi nilai tambah.
“Ada kontrol aplikasi yang bisa mencegah penggunaan untuk hal-hal negatif seperti pornografi, judi online, dan game. Fitur ini gratis dan langsung terintegrasi dalam sistem,” jelas Nadiem.
Saat ini, Kejaksaan Agung (Kejagung) sedang mengusut dugaan penyimpangan dalam proyek pengadaan laptop senilai sekitar Rp9,9 triliun. Indikasi awal mencakup markup harga, spesifikasi tidak sesuai, hingga distribusi yang tidak merata.
Berdasarkan Laporan BPK 2024, ditemukan 5.000 unit laptop menganggur di gudang dinas pendidikan, sementara banyak sekolah belum mendapatkan perangkat. Diduga ada penyalahgunaan alokasi distribusi ke wilayah tertentu.
Kejagung telah memeriksa sejumlah pejabat Kemendikbudristek di era Nadiem, vendor, serta pihak-pihak terkait.
Proses hukum masih berjalan. Jika terbukti terjadi pelanggaran, kasus ini berpotensi menjerat pelaku dengan pasal korupsi dan gugatan perdata atas kerugian negara. (disway/c1/abd)

Tag
Share