Gudang Garam Hentikan Pembelian Tembakau Temanggung, Penjualan Rokok Menurun

Penjualan rokok turun, Gudang Garam menyetop sementara beli tembakau Temanggung. -FOTO IST -

JAKARTA – Perusahaan rokok ternama di Indonesia, PT Gudang Garam Tbk., untuk sementara waktu menghentikan pembelian bahan baku tembakau dari Temanggung, Jawa Tengah. Keputusan ini diambil menyusul turunnya penjualan rokok secara signifikan di pasar domestik.
Hal tersebut disampaikan langsung oleh Bupati Temanggung Agus Setyawan. Menurutnya, penurunan penjualan rokok terjadi karena berbagai faktor, termasuk kondisi pasar global yang tidak mendukung.
“Belakangan ini ada penurunan penjualan rokok. Secara global, kondisi memang tidak lagi kondusif,” ujar Agus saat ditemui di Kediri, Jawa Timur, Senin (16/6/2025).
Tak hanya berdampak pada pembelian tembakau, Agus juga menyoroti anjloknya harga saham PT Gudang Garam yang kini berada di kisaran Rp 9.600 per lembar.
Lebih lanjut, Agus menjelaskan bahwa PT Gudang Garam sebenarnya masih memiliki stok bahan baku tembakau dalam jumlah besar. Dengan kapasitas produksi saat ini, stok tersebut diperkirakan cukup hingga empat tahun mendatang.
“Kalau melihat skala produksi sekarang, stoknya cukup untuk empat tahun ke depan,” jelasnya.
Di sisi lain, masyarakat turut menyampaikan keluhan atas naiknya harga rokok. Salah satunya diungkapkan oleh Taufan, seorang karyawan swasta di Jakarta Selatan. Ia menyebutkan bahwa harga rokok yang terus naik menjadi salah satu alasan berkurangnya konsumsi.
“Harga rokok sekarang sudah tembus Rp 20 ribu sampai Rp 30 ribu lebih. Ya makin mahal saja,” ujarnya saat ditemui Senin (16/6/2025).
Taufan juga mengaku kini lebih memprioritaskan kebutuhan pokok dibandingkan membeli rokok.
“Sekarang fokus belanja kebutuhan pokok, kayak pangan. Sebisa mungkin saya kurangi beli rokok karena kondisi ekonomi juga makin sulit,” tambahnya. Sebelumnya,  Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman, Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM–SPSI) mengapresiasi pemerintah, khususnya Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian), Kementerian Perindustrian (Kemenperin), dan Kementerian Pertanian (Kementan) yang telah terbuka dalam menyambut aspirasi terkait penolakan sejumlah pasal pengaturan tembakau pada Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan yang merupakan aturan pelaksana Undang-Undang (UU) Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023 karena dinilai menekan keberlangsungan pekerja di industri tembakau.

“Untuk itu, kami sampaikan apresiasi kepada Kemenko Perekonomian dan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), Kemenperin dan Kementan yang telah menerima aspirasi kami secara terbuka. Ke depannya, kami berharap kementerian terkait lainnya turut mendengarkanaspirasi kami. Selain itu, kami juga memohon kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk tidak menandatangani RPP Kesehatan sebelum adanya pelibatan pekerja industri tembakau dalam perumusannya,” kata Ketua Umum FSP RTMM–SPSI Sudarto A.S. melalui keterangan pers di Jakarta, Selasa (25/6).

Sebelumnya, FSP RTMM-SPSI menyesalkan sikap pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kesehatan (Kememkes) yang terkesan terburu-buru dalam merumuskan RPP Kesehatan tanpa adanya pelibatan serikat pekerja industri tembakau. Padahal, dampak dari isi RPP Kesehatan tersebutakan berakibat fatal terhadap nasib para pekerja di industri yang telah memberikan kontribusi besar terhadap pemasukan negara.

“Hingga kini, kami yang mewakili pekerja industri tembakautidak pernah dilibatkan, sehingga tidak tahu bentuk final dariaturan tersebut. Pernyataan Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, di media juga mengkhawatirkan. Proses pembuatan RPP Kesehatan yang terjadi saat ini itu tidak transparan dan sembunyi-sembunyi. Kami sangat khawatir atas adanya pasal-pasal pengaturan tembakau yang mengarah kepada tekanan pelarangan total produk tembakau,” ujarnya.
Sudarto menegaskan pihaknya telah berupaya dan akan terusmenyampaikan aspirasi kepada pemerintah untuk meninjau kembali pasal-pasal terkait tembakau dalam RPP Kesehatan dan meminta pelibatan serikat pekerja tembakau dalam proses perumusan. Ia juga turut mengapresiasi sejumlah pihak yang telah memberikan ruang audiensi untuk mendengarkan pendapat serikat pekerja atas aturan kontroversi tersebut.

Sudarto mengatakan bahwa dalam audiensi kali ini, Kemenko Perekonomian dan Kemenaker turut menyampaikan pandangannya terkait partisipasi Kementerian terhadap penyusunan RPP Kesehatan, utamanya Kemenaker. Kedua Kementerian ini dipandang memahami potensi dan dampak besar yang akan terjadi apabila RPP Kesehatan disetujui tanpa melibatkan berbagai pihak terkait.

Sudarto menambahkan bahwa di kesempatan audiensi tersebutpihaknya juga berupaya menyampaikan aspirasi dari para pekerja secara langsung kepada Bapak Menteri Kesehatan atau perwakilan dari Kementerian Kesehatan, namun amatdisayangkan FSP RTMM-SPSI hanya diterima di ruang surat.

Sudarto melanjutkan bahwa serikat pekerja mempertanyakan urgensi pasal-pasal tembakau dalam RPP Kesehatan yang terkesan serampangan sekaligus mengancam keberlangsunganindustri tembakau beserta para pekerjanya. Padahal, aturan-aturan terkait tembakau sendiri sudah diatur secara komprehensif dalam PP 109 Tahun 2012.

“Regulasi dan kebijakan pemerintah terkait pengendalian industri tembakau perlu pendalaman masalah secara serius, sehingga tidak mengorbankan pihak-pihak yang terlanjur bergantung di dalamnya. RPP yang ketat bukan solusi. Petani,pekerja, pedagang yang terkait langsung dengan industri tembakau, maupun sektor usaha penunjang lainnya yang juga merupakan pihak yang  masih membutuhkan adanya industri tembakau perlu mendapat perhatian serius dan mendapatan perlindungan dari pemerintah,” tegasnya.
Lebih lanjut, Sudarto meminta pemerintah, terutama Kemenkes, untuk berhati- hati dalam menerapkan regulasi yang adil dan bijak untuk mengendalikan konsumsi tembakau di masyarakat. Menurutnya, masih terdapat banyak kebijakan lainnya yang belum diimplementasikan secara maksimal oleh pemerintah tanpa harus mematikan industri hasil tembakau di dalam negeri.

“Upaya-upaya yang bertanggung jawab, seperti edukasi dan sosialisasi secara tersistem sesuai tujuan pengendalian konsumsi tembakau belum berjalan secara baik, sehingga pilihan yang dilakukan pemerintah dominan kepada perubahan regulasi dan kebijakan yang menekan industri tembakau secara bertubi-tubi dalam bentuk perubahan aturan yang diperketat dan mematikan sumber penghasilan pekerja,” pungkasnya.

FSP RTMM–SPSI mulai dari pimpinan pusat, daerah, hingga cabang telah menyelenggarakan forum diskusi bertajuk ‘Kawal Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Kesehatan dan Kenaikan Cukai Tahun 2025’ di Bogor, 19 Juni 2024. Dalam kegiatan tersebut, serikat pekerja menuntut tiga hal, di antaranya Pemerintah/Presiden dimohon tidak menandatangani RPP Kesehatan; Pemerintah mengeluarkan pengaturan tembakau dari RPP Kesehatan; Pemerintah/Presiden tidak menaikan cukai rokok pada tahun 2025.  (disway/c1/abd)

Tag
Share