Agroforestry Sawit, Dapatkah Menjadi Jalan Tengah untuk Selamatkan Hutan dan Ekonomi?

Oleh Dr. Ir., Melya Riniarti, S.P., M.Si., IPU. -FOTO IST-

Sistem ini memberi diversifikasi sumber pendapatan, sehingga petani tidak hanya mengandalkan tandan buah segar sawit, tetapi juga dapat memperoleh hasil dari kayu, buah, tanaman obat, maupun hasil hutan bukan kayu lainnya.

Dalam konteks perubahan iklim dan degradasi lahan, sistem agroforestry juga lebih tahan terhadap cuaca ekstrem seperti kekeringan atau hujan lebat karena struktur vegetasinya yang lebih kompleks mampu menahan air lebih lama dan mengurangi erosi tanah.

Meskipun agroforestry sawit menawarkan banyak manfaat, implementasinya di lapangan menghadapi beberapa tantangan.

Kurangnya pengetahuan dan keterampilan petani dalam mengelola sistem agroforestry, keterbatasan akses terhadap pasar untuk produk non-sawit, serta kebijakan yang belum sepenuhnya mendukung menjadi hambatan utama.

Untuk mengatasi tantangan ini, diperlukan dukungan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, lembaga penelitian, dan sektor swasta.

Pemerintah dapat menyediakan pelatihan dan pendampingan teknis bagi petani, serta menciptakan insentif untuk adopsi sistem agroforestry.

Lembaga penelitian dapat mengembangkan teknologi dan praktik terbaik yang sesuai dengan kondisi lokal.

Sektor swasta dapat membantu dalam menciptakan rantai nilai yang inklusif untuk produk agroforestry.

Ekspansi perkebunan sawit merupakan kebutuhan strategis bagi Indonesia, namun harus dilakukan dengan mempertimbangkan keberlanjutan lingkungan.

Agroforestry sawit menawarkan jalan tengah yang memungkinkan peningkatan produksi sawit tanpa mengorbankan hutan.

Dengan dukungan kebijakan yang tepat dan kolaborasi antara berbagai pemangku kepentingan, agroforestry sawit dapat menjadi pilar utama dalam pembangunan pertanian berkelanjutan di Indonesia. (*)

 

*) Dosen Jurusan Kehutanan Unila dan Anggota Ikaperta Unila

 

Tag
Share