Jokowi Pilih PSI, Pengamat: Belum Pernah Ada Bapak dan Anak Pimpin Partai Berbeda di Indonesia

FOTO IST Joko Widodo -FOTO IST-

JAKARTA – Mantan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) menegaskan tidak tertarik menjadi Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Sebaliknya, ia justru mengungkapkan minat untuk bergabung dengan Partai Solidaritas Indonesia (PSI).
Pernyataan tersebut menimbulkan tanggapan dari berbagai kalangan, termasuk pengamat politik yang menilai langkah Jokowi dapat menjadi sejarah baru dalam perpolitikan nasional.
 “Ini belum pernah ada dalam sejarah politik Indonesia. Satu keluarga, ayah dan anak, menjadi ketua umum partai yang berbeda,” ujar seorang pengamat politik, Selasa (10/6/2025).
Sebagaimana diketahui, putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, saat ini merupakan Ketua Umum Partai Golkar versi Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub).
Jokowi sebelumnya menanggapi isu yang menyebut dirinya bakal bergabung ke PPP dan bahkan didorong menjadi ketua umum. Namun, ia menampik hal itu dan menyebut masih banyak kader PPP yang lebih layak.
“Enggaklah. Di PPP saya kira banyak calon-calon ketua umum yang jauh lebih baik, yang punya kapasitas, kapabilitas, punya kompetensi,” ujar Jokowi saat ditemui di Solo, Jawa Tengah, Jumat (6/6/2025).
Dalam pernyataannya, mantan Wali Kota Solo itu justru menyatakan keinginannya untuk bergabung dengan PSI, terutama karena saat ini dirinya tidak menjadi bagian dari partai manapun.
“Saya di PSI saja,” kata Jokowi sembari tersenyum.
Langkah ini menuai respons dari berbagai pihak, termasuk petinggi PPP yang menyatakan bahwa pilihan Jokowi merupakan hak politik pribadi yang harus dihormati.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif Indonesia Political Opinion (IPO) Dedi Kurnia Syah menyebut kecil kemungkinan Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan kalah jika benar-benar maju dalam Pemilihan Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI).
’’Sulit dipercaya Jokowi kalah jika bersaing dalam perebutan Ketum PSI,” kata Dedi dalam keterangannya melalui pesan singkat, Sabtu (17/5).
Menurutnya, Jokowi bahkan berpeluang menang secara aklamasi jika memutuskan maju dalam Pemilu Raya PSI 2025. Hal ini merujuk pada pola internal PSI yang dinilai belum demokratis dalam proses penunjukan ketua umum.
“PSI sejauh ini tidak memiliki catatan demokratis dalam pemilihan ketua umum. Dari Grace Natalie, Giring Ganesha, hingga Kaesang Pangarep, semuanya ditunjuk, bukan melalui pemilihan terbuka,” ujar Dedi.
Dedi juga menilai bahwa PSI kini sudah menjelma menjadi partai keluarga Jokowi. Menurutnya, wacana pemilihan ketum hanyalah gimik politik.
“PSI cenderung sudah menjadi parpol keluarga Jokowi. Andai ada teknis pemilihan, sangat mungkin itu hanya sekadar simbolik,” ucapnya.
Namun demikian, Dedi meragukan kemampuan Jokowi membawa PSI lolos ke parlemen pada Pemilu 2029, meskipun menjabat sebagai ketua umum.
“Terbukti di Pemilu 2024, meskipun upaya besar dilakukan, PSI tetap berada di posisi bawah, bahkan kesulitan mengungguli Partai Gelora dan Perindo,” ungkapnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Partai Golkar, Idrus Marham, menyatakan partainya tak akan kecewa jika Jokowi memutuskan bergabung dengan PSI, meski selama ini dikenal dekat dengan Golkar.
“Enggak ada masalah. Tidak bisa kami mengatakan kecewa atau tidak,” ujar Idrus di DPP Golkar, Slipi, Jakarta Barat, Sabtu (17/5/2025).
Golkar, lanjut Idrus, siap menerima semua realitas politik, termasuk jika Jokowi menjadi ketua umum PSI.
“Golkar sudah belajar memahami dan menerima realitas politik. Kami menghargai keputusan politik yang diambil Jokowi,” ujarnya.
Idrus juga menyatakan bahwa partainya tidak akan mencoba memengaruhi keputusan politik Jokowi, karena menganggap Jokowi lebih berpengalaman dan memahami situasi.
“Kami enggak mungkin mengajari. Beliau jauh lebih berpengalaman dan tentu punya pertimbangan, baik secara ideal maupun praktis,” tambahnya.
Diketahui, PSI berencana menggelar Pemilu Raya 2025 untuk memilih ketua umum baru. Jokowi sendiri mengaku masih mempertimbangkan kemungkinan maju menggantikan anaknya, Kaesang Pangarep, yang saat ini menjabat.
“Masih dalam kalkulasi. Jangan sampai kalau nanti saya ikut, saya malah kalah,” kata Jokowi dalam sebuah pernyataan, Rabu (14/5).
Sebelumnya, Pengamat komunikasi politik Jamiluddin Ritonga menilai peluang Presiden Ketujuh RI Joko Widodo (Jokowi) untuk kalah jika maju sebagai calon Ketua Umum (caketum) Partai Solidaritas Indonesia (PSI) sangat kecil.
’’Sangat kecil. Sebab, PSI selama ini sangat mengidolakan Jokowi,” kata Jamiluddin melalui pesan singkat, Jumat (16/5).
Ia menilai, apabila Jokowi memutuskan maju sebagai Caketum PSI, proses pemilihan hanya akan menjadi formalitas semata.
“Bila Jokowi maju jadi calon ketum, pemilihan akan berlangsung formalitas belaka,” lanjutnya.
Mantan Dekan FIKKM IISIP Jakarta itu bahkan menyebut Jokowi berpeluang besar langsung dikukuhkan sebagai Ketum PSI.
“Jokowi berpeluang tinggal dikukuhkan menjadi ketum PSI untuk periode lima tahun mendatang,” ucapnya.
Sebelumnya, PSI telah membuka pendaftaran Pemilu Raya 2025 untuk memilih Ketua Umum yang baru. Pendaftaran dibuka sejak 13 Mei 2025 pukul 09.00–18.00 WIB di Basecamp DPP PSI, Jakarta.
Syarat untuk menjadi bakal calon Ketum PSI adalah memiliki kartu keanggotaan PSI serta mendapatkan dukungan dari minimal 5 DPW (tingkat provinsi) dan 20 DPD (tingkat kabupaten/kota).
Juru bicara PSI, Ariyo Bimmo, menyampaikan bahwa banyak kader PSI di tingkat akar rumput yang sejak lama menginginkan Jokowi menjabat sebagai ketua umum.
“Aspirasi seperti itu sudah sering didengungkan kader. Namun, sesuai prosedur dan timeline yang dibuat panitia Pemilu Raya, mohon doa untuk kandidat Ketum PSI yang terbaik,” ujarnya.
Ia menambahkan, PSI menganggap Jokowi sebagai mentor politik yang menginspirasi arah dan visi partai.
“PSI menyebut bahwa ide partai terbuka seperti itu sangat menarik, out of the box, dan sesuai dengan tuntutan zaman, serta cocok dengan aspirasi generasi muda,” pungkas Ariyo.
Sebelumnya, Presiden Ke-7 Republik Indonesia Joko Widodo mengungkapkan bahwa dirinya belum mengambil keputusan terkait kemungkinan maju sebagai kandidat ketua umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI).
Jokowi mengatakan, peluang kemenangan menjadi faktor penting yang sedang ia pertimbangkan sebelum memutuskan apakah akan mendaftar untuk posisi yang kini dijabat putra bungsunya, Kaesang Pangarep.
“Saya masih kalkulasi. Jangan sampai kalau saya ikut malah kalah,” ujar Jokowi kepada wartawan, Rabu (14/5/2025).
Ia menyebut masih ada waktu untuk mempertimbangkan langkah tersebut, terlebih proses pendaftaran baru akan ditutup pada Juni mendatang.
Selain itu, Jokowi menyoroti mekanisme pemilihan ketua umum PSI yang menggunakan sistem e-voting dengan prinsip one man, one vote, yang berarti setiap anggota partai memiliki hak suara yang sama.
“Belum mendaftar. Masih ada waktu. Yang saya dengar sistemnya e-voting, semua anggota bisa memilih. Nah, itu yang cukup menantang,” tambahnya.
Dengan sistem tersebut, Jokowi menilai bahwa peluang menang tidak bisa sepenuhnya diprediksi, dan membutuhkan perhitungan matang sebelum melangkah lebih jauh. (jpnn/c1/abd)


Tag
Share