Waduh, 43% Siswa dan 58% Mahasiswa Masih Suka Nyontek
Editor: Syaiful Mahrum
|
Jumat , 25 Apr 2025 - 11:21

--FOTO DOK. JAWAPOS
JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merilis indeks Survei Penilaian Integritas (SPI) Pendidikan 2024. Angkanya turun dari 73,7 pada 2023 menjadi 69,5 pada 2024 dalam skala 1-100.
SPI Pendidikan 2024 melibatkan 36.888 satuan pendidikan yang terdiri atas 35.000 lebih satuan pendidikan dasar dan menengah serta 1.200-an satuan pendidikan tinggi.
Survei juga melibatkan 449.865 responden dari seluruh Indonesia. Pelaksanaan survei ini dilakukan dengan dua metode. Pertama secara metode online melalui WhatsApp dan email blast.
Menyontek jadi salah satu indikator dalam penilaian SPI Pendidikan ini. Dari hasil survei, diketahui jika praktik menyontek masih terjadi di 78 persen sekolah.
Di kampus pun seolah budaya ini masih mengakar. Pasalnya, budaya menyontek masih terjadi di 98 persen kampus. Tak hanya itu. Survei ini juga menguak fakta bahwa 43 persen siswa dan 58 persen mahasiswa masih melakukan praktik tak terpuji ini.
Plagiarisme dan ketidakdisiplinan akademik pun terpantau masih menjadi persoalan sistemik. Sebesar 43 persen kasus plagiarisme masih ditemukan di kampus dan 6 persen di sekolah.
Sementara ketidakdisiplinan juga kian menjadi persoalan serius. Sebab, setidaknya 84 persen mahasiswa dan 45 persen siswa mengaku sering datang terlambat.
Mirisnya, tak hanya peserta didik. Perilaku serupa juga terjadi pada pendidik. Sebanyak 96 persen mahasiswa menyebut dosennya kerap terlambat dan 69 persen siswa menyatakan gurunya pun berperilaku sama.
Lebih parah lagi, sebanyak 96 persen kampus dan 64 persen sekolah masih mendapati dosen atau guru yang tidak hadir tanpa alasan jelas.
“Indeks ini bukan sekadar angka. Kalau angka ini kita acuhkan, kita biarkan saja, bisa menjadi sebuah malapetaka,” ujar Ketua KPK Setyo Budiyanto di Jakarta, Kamis (24/4).
Merespons hasil ini, Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti mengatakan, pihaknya akan siap berbenah. Sudah ada beberapa langkah yang disiapkan pihaknya guna memperkuat pendidikan karakter.
Mu'ti mengakui, fenomena tersebut juga jadi cerminan dari sistem pendidikan yang terlalu berorientasi pada nilai akademik semata. Oleh sebab itu, dalam perbaikan yang disiapkan, pendekatan pembelajaran tak lagi hanya fokus mengejar nilai akademik.
“Kami berusaha menerapkan itu dengan pendekatan pembelajaran mendalam atau deep learning yang akan mulai kami berlakukan pada tahun ajaran 2025-2026,” papar Mu'ti.
Dalam konsep deep learning, para murid tidak hanya mengerti atau memahami sesuatu dalam level kognitif. Tetapi, juga menemukan makna dan menjadikan nilai-nilai utama itu sebagai landasan yang membentuk kepribadian.
Pendekatan ini sejatinya sudah mulai diterapkan dalam pelatihan guru dan penguatan bimbingan konseling di sekolah. (jpc)