Ratusan WNI Terancam Hukuman Mati di Luar Negeri

Ilustrasi hukuman mati. --FOTO ANTARA/HO/PRI

Judha menjelaskan, saat ini pihak Kemenlu bersama KBRI Riyadh terus berusaha melakukan pendekatan agar keluarga korban bersedia memperpanjang kembali batas waktu pembayaran. Seperti diketahui, pihak keluarga korban meminta uang diyat senilai 30 juta riyal atau sekitar Rp120 miliar. Selain itu, KBRI juga terus menemani pihak keluarga Susanti dalam melakukan tanazul atau permohonan maaf dari pihak keluarga korban. 

 

Sebagai informasi, Susanti didakwa melakukan pembunuhan terhadap anak majikannya pada 2009. KBRI Riyadh sejak awal telah melakukan pendampingan hukum hingga akhirnya hukuman turun. Dari awalnya had gillah atau menerima vonis hukuman mati tanpa ada opsi pemaafan, menjadi qisos atau hukuman mati dengan adanya opsi pemafaan dari keluarga korban. Artinya, hukuman ini dapat dicabut jika terdakwa mendapat pengampunan dari keluarga korban.

 

’’Pada 2016 vonis qisos jatuh. Kemudian saat ini, status inkrah, litigasi selesai, maka dibukalah proses pemaafan antara pihak keluarga korban dan Susanti,” jelasnya. 

 

Selain permohonan pemaafan tersebut, pihak keluarga dan pemerintah juga kembali meminta perpanjangan tenggat waktu pembayaran diyat. Melalui berbagai upaya pendekatan yang telah dilakukan, Judha mengatakan, ada indikasi positif tenggat waktu dapat diperpanjang meski sifatya masih informal.

 

Judha memastikan, pendampingan akan terus dilakukan baik pada Susanti maupun keluarganya. Saat ini, KBRI Riyadh juga terus berkoordinasi dengan lembaga pemaafan Saudi terkait hal ini. (jpc/c1) 

 

Tag
Share