Pendidikan, Pemimpin, dan Kemajuan Bangsa

ILUSTRASI Pendidikan, Pemimpin, dan Kemajuan Bangsa.-FOTO MAULANA PAMUJI GUSTI/HARIAN DISWAY -

Selain itu, mereka mampu menciptakan lapangan pekerjaan bagi orang lain sehingga  menjadi penggerak ekonomi dan  mengurangi pengangguran.  

Jiwa kewirausahaan, selain bisa diajarkan di lingkungan keluarga, juga bisa dibentuk dengan menanamkan jiwa kewirausahaan saat menempuh pendidikan. Sejak 2013, pendidikan kewirausahaan telah dimasukkan ke kerikulum pendidikan nasional. 

Dengan cara itu, setelah lulus, mereka diharapkan bisa membuka wirausaha secara mandiri maupun secara kelompok, tidak hanya bergantung kepada pada satu cara hidup, yaitu dengan menjadi pegawai negeri atau buruh industri. 

Selain itu, warga negara harus dididik agar menjadi warga yang cerdas dalam berkehidupan, seperti yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945. 

Apa yang dimaksud mencerdaskan kehidupan bangsa tentu bukan semata-mata mereka mengenyam pendidikan sekolah sampai universitas atau bahkan doktor. Tetapi, lebih kepada kesadaran menjadi warga negara yang paham akan kondisi negara dan bangsanya serta tujuan yang akan dicapai dan bagaimana cara mencapainya. 

Warga negara yang seperti itu sebenarnya sudah menjadi tujuan dari pendidikan. 

Hal tersebut bisa kita lihat dalam UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 yang menyebutkan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah menghasilkan insan yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, mandiri, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Penekanan kepada warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab mengindikasikan bahwa warga negara harus memiliki tanggung jawab terhadap tercapainya tujuan negara dengan ikut berpartisipasi dalam menentukan kebijakan. 

Beberapa bentuk partisipasi tersebut adalah memilih pemimpin melalui pemilu dan ikut menyumbangkan gagasan atau pemikiran dalam perumusan kebijakan. 

Dalam demokrasi, perbedaan pendapat, gagasan, maupun konsep memang tidak dilarang, tetapi harus disertai sikap mau menerima dan menghargai perbedaan. Demokrasi harus dilandasi etika dan kejujuran untuk mewujudkan tujuan bersama. 

Dengan demikian, jika ada perbedaan pendapat, harus dicari titik temunya, tidak dengan memaksakan kehendak. Jika ada perbedan gagasan, harus dicari mana yang lebih baik  melalui dialog, tidak dengan cara saling menyalahkan.  

Para pendiri negara dalam sidang BPUPKI telah memberikan contoh bagaimana berdemokrasi yang beretika. Mereka berdebat secara keras dan tajam, saling beradu konsep dan argumentasi, tetapi tetap kritis, rasional, dan objektif dalam menyikapi perbedaan pendapat. 

Konsep dan gagasan mereka juga ditujukan untuk kepentingan bangsa dan negara, bukan untuk kepentingan diri sendiri, kelompok, atau golongan. Kepentingan bangsa dan negara mereka letakkan di atas kepentingan pribadi maupun golongan.

Keteladanan seperti yang dicontohkan para pendiri negara dalam adu gagasan dan penyampaiannya serta bagaimana  mereka menyikapi perbedaan pendapat saat ini mulai pudar dari kehidupan berbangsa dan bernegara kita. 

Saat ini perbedaan pendapat sering dimaknai sebagai perlawanan yang harus disalahkan. Cara berpikir diagonalistik yang melihat perbedaan sebagai suatu yang kontradiksi telah membudaya di kalangan masyarakat, termasuk di kalangan elite. 

Tag
Share