Kejagung Diminta Proaktif Menyelamatkan Pertamina

UJI TERA: Uji tera di SPBU Pertamina Km 14B, Tol Jakarta-Tangerang, Kota Tangerang, Selasa (18/3/2025). --FOTO HANUNG HAMBARA/JAWA POS

JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) sedang menyidik dugaan penyimpangan tata kelola impor minyak mentah periode 2018-2023 yang untuk 2023 dengan kerugian Rp193,7 triliun. Dalam kasus dengan sembilan tersangka itu, pengadaan impor minyak mentah dan kondensat untuk kebutuhan kilang serta impor bahan bakar minyak (BBM) tidak boleh berhenti. Apalagi, pengadaan impor minyak mentah dan kondensat itu sekitar 1 juta barel per hari. Semua itu untuk memenuhi konsumsi BBM nasional.

’’Sebab jika tidak dilakukan impor minyak mentah dan BBM sejumlah tersebut di atas, konsekuensinya akan terjadi kelangkaan di SPBU. Itu akan berpotensi terjadinya krisis sosial dan ekonomi. Bahkan jika kelangkaan berlangsung lama bisa berujung menjadi krisis politik," ungkap Direktur Eksekutif CERI, Yusri Usman, Rabu (26/3).

 

Yusri membeberkan, biang keroknya adalah produksi minyak di hulu yang anjlok terus dari tahun ke tahun. "Terakhir produksinya sepanjang tahun 2024 hanya sekitar 575.000 barel per hari. Sementara konsumsi nasional sudah mencapai 1,5 juta barel per hari. Jadi kita tekornya setiap hari 1 juta barel" ungkap Yusri.

 

Lebih jauh Yusri mengatakan, jika ditangkap pun seluruh karyawan Pertamina sekitar 30 ribu orang, maka tidak bisa mengubah bahwa kita harus mengimpor setiap harinya sekitar 1 juta barel. "Paham kan," sergah Yusri.

 

Sehingga, dapat dipahami suasana kebatinan Direksi Pertamina (Persero) dan subholding saat ini yang sangat galau dan trauma. Ibarat buah simalakama, dimakan mati ibu, tak dimakan mati ayah.

 

"Apalagi Dirut Pertamina Simon Aloysius Mantiri baru saja menjabat tentu saja kelimpungan menghadapi badai besar lagi menghantam kapal besar Pertamina, salah-salah mengatasinya bisa kolaps," beber Yusri.

 

Kini di dalam negeri muncul krisis kepercayaan publik terhadap kualitas BBM Pertamina yang dijual di SPBU, termasuk lender atau bank-bank luar negeri pemberi pinjaman dalam bentuk global bond miliaran Dollar Amerika kepada Pertamina pun ikut khawatir bahkan bisa minta percepatan pelunasan akibat kasus yang lagi menimpa Pertamina.

 

"Bagaimana mungkin mereka direksi dan stafnya bisa bekerja tenang untuk memastikan ketersedian BBM dan LPG ada dan mudah dibeli oleh rakyat lantaran di saat bersamaan mereka silih berganti terpaksa mondar-mandir harus ke gedung bundar Kejaksaan Agung untuk memberikan kesaksian atas dugaan peristiwa pidana yang sudah terjadi," ungkap Yusri.

Tag
Share