Pemerintah Diminta Terbitkan Kebijakan Satu Peta Hutan

RADAR - BACA KORAN--
Karena ada sejumlah dampak yang akan muncul. Pertama, akan terjadi kegaduhan atau gonjang ganjing tentang keberlanjutan industri sawit. Apalagi, Presiden Prabowo Subianto telah mencanangkan program Biodiesel-40 (B-40) mulai 2025 ini. Dia khawatir target B-40 tersebut tidak akan tercapai karena kekurangan bahan baku minyak sawit. Belum lagi potensi terjadinya penurunan performa industri sawit secara nasional jika benar-benar lahan sawit yang masuk kawasan hutan langsung diambil alih negara. "Apa pemerintah berani menangani potensi penurunan ini (industri sawit) hanya demi gengsi tegas tuntas," paparnya.
Sebagai ilustrasi, data Kementerian Keuangan menyebut nilai produksi sektor sawit mencapai Rp729 triliun dan menyumbang terhadap penerimaan negara hingga Rp88,7 triliun sepanjang sepanjang tahun 2023. Adapun, B-40 adalah campuran 40 persen biodiesel berbahan baku minyak nabati (seperti minyak kelapa sawit) dengan 60 persen bahan bakar solar.
Dampak kedua, penerapan perpres yang kaku akan berpotensi munculnya masalah sosial. "Bagaimana dampak sosial bagi masyaakat atau pekerja yang saat ini bekerja di tempat tempat tersebut," jelasnya.
Ketiga, kalau memang diambil alih oleh negara, perlu dipikirkan pengelolaannya agar tetap memberikan hasil yang lebih baik. "Mungkin ada transisional pengambilalihan itu. Tapi dampaknya menurut saya akan lebih gaduh (memaksakan Perpres No 5 Tahun 2025) ketimbang kalau pemerintah lebih bijak memberikan transisional seperti di UU Cipta Kerja," tandasnya.
Untuk diketahui, pemerintah telah menerbitkan Perpres No. 5 Tahun 2025 mengenai Penertiban Kawasan Hutan. Aturan ini juga mengatur pembentukan Satgas Penertiban Kawasan Hutan yang dipimpin oleh Menteri Pertahanan. Satgas ini bertugas melaksanakan penertiban kawasan hutan melalui penagihan dikenakan sanksi denda administratif, pidana, penguasaan kembali kawasan hutan dan pemulihan aset di kawasan hutan. (jpc)