Pabrik Tapioka Tutup, Petani Singkong Lampung Terpuruk

PANEN: Petani singkong saat sedang panen. Polemik harga singkong sendiri sampai saat ini belum terselesaikan. Akibatnya, hasil panen petani banyak yang belum terjual dan menumpuk di gudang.-FOTO JENI PRATIKA SURYA/RLMG -
BANDARLAMPUNG - Polemik harga singkong yang anjlok di Provinsi Lampung berlanjut. Meskipun menteri pertanian telah menetapkan harga standar, kesepakatan antara petani dan pengusaha tapioka belum tercapai.
Hal ini membuat para petani singkong di Lampung semakin bingung menjual hasil panen mereka. Sehingga, Perkumpulan Petani Ubi Kayu Indonesia (PPUKI) Lampung baru-baru ini melakukan pertemuan dengan Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal untuk melaporkan kondisi terkini.
Ketua PPUKI Lampung Dasrul Aswin mengungkapkan bahwa beberapa perusahaan tapioka besar, seperti Bumi Waras dan Sinar Laut, telah menghentikan pembelian singkong dari petani.
’’Kedua perusahaan besar ini tidak lagi membeli singkong dari petani sejak seminggu yang lalu. Mereka beralasan pabrik mereka saat ini dalam kondisi overload," ujar Dasrul.
Dia melanjutkan penutupan pabrik tersebut membuat petani harus menunggu lebih lama untuk menjual hasil panen mereka. Singkong yang menumpuk di gudang petani memperparah kondisi, terutama jika panen terjadi secara bersamaan.
’’Dampaknya sangat terasa bagi petani. Singkong menumpuk dan petani harus menunggu lama untuk menjualnya,” ujarnya.
BACA JUGA:Gubernur Lampung Beri Bonus Jamaah Haji
Meskipun sebagian besar perusahaan telah mengikuti harga yang ditetapkan Kementerian Pertanian, yaitu Rp1.350 per kilogram dengan kadar aci 24 persen, penutupan pabrik tetap menjadi ancaman serius bagi para petani.
Dasrul mengaku belum mengetahui pasti penyebab penutupan pabrik, apakah karena faktor keuntungan atau alasan lain. "Harga singkong di lapangan bervariasi. Harga bisa mencapai Rp1.500 per kilogram untuk singkong dengan kadar pati tinggi, sedangkan singkong dengan kadar pati 18 persen hanya dihargai Rp1.013 per kilogram,” bebernya.
Dalam waktu dekat, Pemprov Lampung berencana memanggil kedua perusahaan tapioka tersebut untuk mencari solusi atas permasalahan yang dihadapi petani. Para petani sendiri tetap berpegang teguh pada keputusan menteri pertanian, baik yang alternatif pertama maupun kedua.
Gubernur Rahmat Mirzani Djausal menyatakan kesiapannya untuk mencari solusi atas permasalahan penutupan pabrik tapioka. Ia akan berkomunikasi lebih lanjut dengan pemerintah pusat, karena menurutnya permasalahan harga singkong di Lampung merupakan wewenang pusat.
’’Masalah (harga) singkong di Lampung sudah menjadi wewenang pusat. Saya sudah sampaikan masalah ini kepada Kementerian Pertanian dan pemerintah pusat agar segera mencari solusi,” pungkasnya. (jen/c1/yud)