AJI dan IWO Lampung Kecam Penghalangan Jurnalis, Ingatkan Kode Etik dan UU Kebebasan Pers

Radar Lampung Baca Koran--
BANDARLAMPUNG – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan Ikatan Wartawan Online (IWO) Bandarlampung mengecam tindakan yang dilakukan oleh Kepala Dinas Pendidikan Bandarlampung Eka Afriana serta dugaan perlakuan istimewa terhadap organisasi wartawan saat melakukan peliputan di kantor DPRD Bandarlampung pada Jumat, 28 Februari 2025.
Ketua AJI Bandarlampung Dian Wahyu Kusuma menegaskan bahwa pejabat publik harus bersikap terbuka kepada jurnalis yang meminta konfirmasi demi kepentingan masyarakat.
“Sebagai organisasi jurnalis, AJI Bandar Lampung menegaskan bahwa pejabat publik wajib bersikap terbuka terhadap jurnalis, karena jurnalis berperan sebagai saluran informasi yang menyampaikan aspirasi masyarakat serta mengawasi akuntabilitas pejabat yang memegang kekuasaan,” kata Dian pada Sabtu, 1 Maret 2025.
Dian juga mengingatkan bahwa dalam proses peliputan, tidak boleh ada pihak yang menghalangi jurnalis untuk mendapatkan informasi, sesuai dengan UU Pers yang berlaku. “Kami mengingatkan bahwa setiap upaya untuk menghalangi tugas jurnalistik adalah pelanggaran terhadap UU Pers No. 40 Tahun 1999. Siapa pun yang menghambat kerja jurnalis dapat dijerat dengan sanksi pidana berupa hukuman penjara hingga dua tahun dan denda Rp500 juta,” tambahnya.
Mengenai dugaan adanya keistimewaan terhadap Kepala Dinas Pendidikan Kota Bandarlampung, yang diketahui merupakan pembina organisasi wartawan tersebut, Dian menekankan bahwa jurnalis harus tetap menjunjung tinggi integritas dan prinsip kode etik jurnalistik. “Kami mendorong rekan-rekan jurnalis untuk tetap menjaga objektivitas dan akurasi informasi yang disampaikan kepada publik, sebagaimana diamanatkan oleh UU Pers,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua IWO Lampung Aprohan Saputra turut mengutuk tindakan oknum wartawan yang terlibat dalam penghalangan tersebut. “Pertama, kami menyesalkan adanya dugaan tindakan yang menghalangi jurnalis dalam memperoleh informasi yang jelas dan transparan. Wartawan berhak mendapatkan akses yang memadai untuk mengonfirmasi fakta dan menyampaikan hasil wawancara kepada masyarakat,” katanya.
Aprohan juga menegaskan bahwa tidak ada pihak yang berhak menghalangi wartawan dalam menjalankan tugasnya, termasuk dengan membentuk barikade atau melakukan pengawalan yang menghambat upaya wawancara. “Kebebasan pers adalah hak konstitusional yang dilindungi oleh Undang-Undang, dan upaya untuk membungkam kebebasan pers melalui tindakan intimidasi atau penghalangan harus dihindari,” tegasnya.
Ia juga menambahkan, tidak dibenarkan bagi seorang jurnalis untuk melakukan pengawalan terhadap Kepala Dinas. “Sebagai sesama insan pers, kita harus mendukung satu sama lain dalam menjalankan tugas jurnalistik dengan profesionalisme, bukan malah terlibat dalam tindakan yang merugikan integritas profesi,” ujarnya.
Aprohan mengingatkan bahwa kode etik jurnalistik adalah landasan utama dalam menjalankan profesi. “Wartawan harus mengedepankan prinsip independensi, keberimbangan, akurasi, dan integritas dalam setiap karya jurnalistik. Dalam situasi apapun, wartawan harus bebas dari tekanan, ancaman, dan pengaruh pihak manapun,” ujarnya.
Lebih lanjut, Aprohan menekankan bahwa pers memiliki peran penting dalam menjaga demokrasi. “Sebagai pilar keempat demokrasi, pers berperan sangat penting dalam menjaga transparansi, akuntabilitas, dan keadilan dalam pemerintahan. Tindakan yang menghambat tugas jurnalistik dapat merusak kualitas demokrasi yang sedang kita bangun bersama,” tambahnya.
Aprohan mengimbau agar pihak terkait segera memberikan klarifikasi terkait kejadian ini untuk menghindari spekulasi buruk di masyarakat. “Kami juga mengingatkan bahwa setiap pihak yang berwenang harus memberikan ruang yang seluas-luasnya bagi wartawan untuk memperoleh informasi yang akurat dan obyektif demi kepentingan publik,” ujarnya.
“Kami berharap peristiwa semacam ini tidak terulang kembali, dan seluruh elemen masyarakat, khususnya instansi pemerintah dan media, dapat terus bekerja sama untuk menciptakan iklim kebebasan pers yang sehat, terbuka, dan profesional di Provinsi Lampung,” tandasnya. (mel/c1/abd)