Pemerintah Diminta Hati-Hati Menertibkan Kawasan Hutan

HUTAN: Kawasan hutan mangrove dan permukiman warga di Kubu Raya.--FOTO ANTARA
Setiyono berharap pemerintah memilah-milah lahan mana yang harus dimasukkan ke dalam kawasan hutan dan mana yang tidak. "Tidak dicampur aduk. Karena kan semua punya sejarah, punya latar belakang," papar Setiyono.
Apalagi program-program tata ruang yang dijalankan pemerintah selama ini beberapa kali berubah. Penetapannya pun lebih lewat pantauan satelit daripada langsung turun ke lapangan. "Misalnya yang dulu sudah tidak kawasan (hutan), tiba-tiba masuk jadi Kawasan (hutan). Apalagi sudah bersertifikat. Memang kita sadari, ada juga memang di kawasan (hutan). Betul, itu ada. Tapi kan yang transmigrasi kan program pemerintah juga," tuturnya.
Dalam pelaksanaan pemerintah harus benar-benar turun ke lapangan untuk melihat permasalahan yang ada. Apalagi, ada aturan yang menyatakan bahwa petani yang punya lahan di bawah 5 hektare tidak akan diganggu. "Kalau memang ada yang masuk kawasan hutan lindung, ya kami tidak lawan. Itu memang salahnya masyarakat menanam (sawit) di hutan lindung," paparnya.
Diketahui, pemerintah telah menerbitkan Perpres No. 5 Tahun 2025 mengenai Penertiban Kawasan Hutan. Tujuannya melakukan penyelesaian permasalahan tata kelola lahan dan kegiatan usaha di dalam kawasan hutan. Beleid yang ditandatangani Presiden Prabowo Subianto pada 21 Januari 2025. Dengan aturan tersebut, pemerintah akan melakukan penertiban kawasan hutan terhadap setiap orang yang melakukan penguasaan kawasan hutan tidak sesuai perundang-undangan.
Perpres ini juga mengatur pembentukan Satuan Tugas (Satgas) Penertiban Kawasan Hutan yang bertugas melaksanakan penertiban kawasan hutan melalui penagihan dikenakan sanksi denda administratif, penguasaan kembali kawasan hutan dan pemulihan aset di kawasan hutan. (jpc/c1)