Pemerintah Diminta Hati-Hati Menertibkan Kawasan Hutan

HUTAN: Kawasan hutan mangrove dan permukiman warga di Kubu Raya.--FOTO ANTARA
JAKARTA - Asosiasi Petani Kelapa Sawit Perusahaan Inti Rakyat (Aspekpir) meminta pemerintah lebih hati-hati menyatakan areal perkebunan sawit menjadi kawasan hutan. Pasalnya, banyak petani kelapa sawit yang sudah menggarap lahan dan mengantongi sertifikat.
’’Jangan sampai petani yang sudah memiliki sertifikat ini lahannya tiba-tiba dinyatakan menjadi kawasan sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) No. 5 Tahun 2025 tentang Penertiban Kawasan Hutan," ujar Ketua Umum Aspekpir Setiyono kepada wartawan, Jumat (14/2).
Setiyono mengungkapkan, para anggota Aspekpir sudah memiliki sertifikat sah dari pemerintah. Dia sangat keberatan jika lahan para petani sawit yang bersertifikat sah kemudian diubah menjadi kawasan hutan.
"Kami petani kelapa sawit yang ada programnya pemerintah tentang transmigrasi dan perkebunan kelapa sawit. Kami tentu keberatan, yang bagian plasma ya, dengan aturan tersebut. Kenapa? Kami sudah bersertifikat dan itu program pemerintah. Kok tiba-tiba ditunjuk menjadi kawasan (hutan), kami keberatan. Kami sudah bersertifikat loh," sambung Setiyono.
Setiyono menceritakan, para petani yang tergabung dalam Aspekpir berasal dari program pemerintah Perkebunan Inti Rakyat (PIR) pada 1980. Program itu mencetak petani-petani kelapa sawit yang andal dan tersebar dari Sabang sampai Merauke. Mereka pun sudah menjadi petani kelapa sawit yang berhasil, baik dalam mengelola kelapa sawit yang baik maupun dalam mengembangkannya.
Melalui program PIR, kelapa sawit semakin masif berkembang. Jumlah petani PIR di Indonesia terus meningkat. Saat ini, jumlah anggota Aspekpir mencapai 450.000 anggota dengan luas lahan kelapa sawit yang dikelola mencapai 900.000 hektare.
Dengan bekal sertifikat tersebut, Setiyono optimistis lahan-lahan petani sawit Aspekpir aman dan sudah seharusnya tidak masuk dalam target Perpres No 5 Tahun 2025 tersebut. Hanya, Setiyono bersama seluruh anggotanya akan berjuang jika lahan-lahan yang rata-rata sudah bersertifikat selama 30 tahun kemudian tiba-tiba diubah oleh pemerintah menjadi kawasan hutan.
"Kami petani plasma, dulu ikut program yang transmigrasi digandengkan dengan kelapa sawit. Kemudian akhir-akhir ini ditunjuk menjadi kawasan hutan, tentu kami keberatan. Kecuali kalau kami memang bukan program transmigrasi terus menanam sawit di kawasan (hutan), itu beda," jelasnya.