Beli Rokok Tunjukkan KTP Lebih Disetujui Komunitas Keretek

Plain packaging atau kemasan polos pada produk tembakau.--FOTO TOBACCO ASIA
Khoirul menilai Kemenkes malah membuat kebijakan yang mengerikan terhadap produk berstatus legal yang diperjualbelikan. Ketimbang mengeluarkan kebijakan kontroversial yang menuai banyak polemik di masyarakat, Khoirul menyarankan agar pemerintah lebih fokus terhadap pengawasan aturan yang sudah dibuat.
Ia mencontohkan kebijakan batas usia minimum untuk membeli rokok adalah 21 tahun sesuai PP 28/2024. Dan aturan ini seharusnya diterapkan dengan pengawasan yang tepat seperti pemberlakuan pembelian rokok menggunakan KTP.
"Kami kaji pemerintah terlalu sering menekan industri tembakau. Kalau terus ditekan, ini pemerintah menjadi terlalu kejam padahal, industri tembakau sudah banyak sumbangannya," katanya.
Seperti diketahui, penerimaan negara dari cukai hasil tembakau (CHT) mengalami koreksi sejak beberapa tahun belakangan. Misalnya pada 2023, di mana pemerintah mengantongi Rp210,29 triliun dari CHT.
Angka ini turun 3,81 persen secara tahunan (year-on-year) dari Rp218,6 triliun pada tahun sebelumnya. Ini adalah penurunan yang pertama dalam satu dekade terakhir.
Sedangkan dalam Undang-undang APBN 2025, target CHT pada tahun ini mencapai Rp230 triliun. Di samping itu, industri juga telah memberikan kontribusi pada penyerapan tenaga kerja di Indonesia, sebagai negara produsen rokok.
"Kalau Prabowo bilang mau jaga kedaulatan, ya keretek juga harus dijaga. Bukan malah ingin menghancurkannya," tutupnya. (jpc/c1)