RAHMAT MIRZANI

Antisipasi Tren Musiman Nataru

TATA CABAI: Petugas menata cabai di salah satu ritel modern di kawasan Pasar Rebo, Jakarta, belum lama ini. Menjelang akhir tahun, harga pangan memiliki kecenderungan naik sehingga harus diantisipasi. -FOTO JAWA POS -

JAKARTA - Kenaikan harga pangan tiap akhir tahun dinilai datang dari faktor musiman yang seharusnya bisa diantisipasi pemerintah. Suplai yang minim ditambah peningkatan permintaan di musim Natal dan tahun baru mengakibatkan hukum pasar mengerek harga-harga pangan sehingga melambung tinggi.

Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal mengatakan, menjelang akhir tahun harga pangan memiliki kecenderungan naik. Ada dua faktor utama sehingga tren musiman tersebut terus berulang.

Pertama soal suplai. Dua bulan terakhir di pengujung tahun stok pangan tidak optimal. ”Akhir tahun itu masa di antara dua panen, yaitu panen kecil yang biasanya ada di September–Oktober, kemudian panen besar di bulan Februari. Jadi, di tengahnya, November dan Desember, itu biasanya suplai akan minim,” ujar Faisal kepada Jawa Pos kemarin (6/12).

Menurut dia, selepas November menuju Desember sampai awal tahun, harga masih berpotensi naik. ”Biasanya stok baru akan meningkat di Februari, meski tidak akan serentak di semua wilayah,” terangnya.

Selain faktor suplai, kondisi harga yang merangkak naik didorong oleh faktor demand. Pada akhir tahun, terdapat banyak momen yang membuat masyarakat mengonsumsi pangan lebih banyak. Terutama pada musim libur Natal dan perayaan tahun baru.

Yang menjadi catatan Faisal, dua faktor tersebut adalah faktor yang sama terjadi setiap tahun. Idealnya, pemerintah bisa merancang strategi untuk mengantisipasinya. ”Itu semua faktor musiman, seharusnya sudah bisa diantisipasi oleh pemerintah. Apalagi, tahun ini kita menghadapi tantangan ekstra, yaitu kemarau panjang. Perlu strategi-strategi untuk meminimalkan dampak tersebut,” tegasnya.

Sementara itu, pakar kebijakan agrobisnis IPB Feryanto menuturkan, melambungnya harga sejumlah bahan pangan disebabkan banyak faktor. Untuk beberapa komoditas seperti cabai, tren kenaikan harganya sudah terjadi beberapa bulan lalu. Jadi, momen Nataru bukan satu-satunya faktor penyebab kenaikan tersebut.

Sebulan terakhir, kata dia, kenaikan harga pangan terjadi untuk beberapa komoditas. Kenaikan tertinggi pada komoditas cabai merah dan rawit yang menyentuh di atas Rp 100 ribu per kg. Naik jauh di atas harga acuan penjualan Kementerian Perdagangan. Misalnya, harga jual acuan cabai merah pada kisaran Rp 37 ribu–Rp 55 ribu per kg dan cabai rawit Rp 40 ribu–Rp 57 ribu per kg. Komoditas pangan utama seperti bawang merah, gula pasir, telur ayam, dan beberapa jenis beras tertentu juga naik tajam.

Feryanto menegaskan bahwa fenomena akhir tahun hanya salah satu faktor saja. Faktor penyebab kenaikan harga berikutnya adalah pasokan yang bersifat musiman. Oktober sampai Desember bukan periode panen raya untuk beras dan beberapa komoditas lain. Kemudian, dipengaruhi faktor iklim, yakni El Nino, yang membuat beberapa komoditas tertentu mengalami gagal panen.

Kondisi itu tentu memperburuk kondisi suplai dari komoditas pangan utama. Penurunan produksi pada bahan pakan ternak seperti jagung serta pembatasan impor oleh negara-negara produsen mengakibatkan harga telur dan daging ayam menjadi naik.

Dengan demikian, kata dia, pada akhir tahun ini, kenaikan harga pangan dipicu beberapa faktor. ”Kalau bisa saya katakan, saat ini kita dihadapkan pada kenaikan permintaan dan di satu sisi pasokan mengalami kekurangan,” jelasnya.

Sekretaris Departemen Agrobisnis FEM IPB itu menjelaskan, pemerintah bisa melakukan mitigasi dengan mempersiapkan suplai yang cukup. Dalam jangka pendek, pemerintah bisa mendorong percepatan distribusi dari daerah sentra yang masih panen ke pasar. Seperti Jabotabek dan kota-kota besar lainnya. Dengan begitu, harga dapat dikendalikan dan tidak mengalami kenaikan yang tinggi.

Langkah berikutnya yang cukup rasional saat ini adalah membuka keran impor. Itu diambil jika pasokan dalam negeri tidak ada. Tapi, kebijakan impor tetap dengan pembatasan tertentu. Hanya untuk komoditas yang benar-benar terbatas pasokannya. Untuk upaya jangka panjang, pemerintah sebaiknya punya roadmap pembangunan ketahanan pangan yang kuat. (jpc/c1/abd)

 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan