BPKP Sebut Pemda di Lampung Miliki Ruang Fiskal Rendah
Radar Lampung Baca Koran--
BANDARLAMPUNG - Kepala Perwakilan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Lampung Nani Ulina Kartika Nasution mengatakan hampir semua pemerintah daerah di Lampung menghadapi ruang fiskal yang rendah.
Di mana, kemandirian fiskal pemda rata-rata di angka 25,18 persen. Ini berada di bawah rata-rata nasional sebesar 28,91 persen.
Dijelaskan Nani, berdasarkan hasil pengawasan yang dilakukan pada 2023 dan 2024 terdapat beberapa isu yang harus menjadi perhatian.
BACA JUGA:Kemandirian Fiskal Jadi Tantangan Pemda di Lampung
Komposisi pendapatan daerah sebesar 82,42 persen masih berasal dari transfer dan komposisi belanja daerah terbesar digunakan untuk belanja pegawai.
Kemudian, lanjut Nani, isu yang tidak kalah penting adalah defisit keuangan riil yang terus meningkat terutama pada empat pemerintah daerah.
Sehingga, Nani Ulina Kartika Nasution mengingatkan, dengan keuangan fiskal yang terbatas dan rendah tersebut, pemerintah daerah harus lebih hati-hati dalam mengalokasikan belanja.
Kegiatan evaluasi atas perencanaan dan penganggaran sudah dilakukan sejak tahun 2023.
Pihaknya telah melakukan sampling terhadap lima pemerintahan daerah untuk lima sektor, mulai dari sektor ketahanan pangan, UMKM, pengentasan kemiskinan, pariwisata, dan penanganan stunting.
Didapat, dari anggaran yang BPKP lakukan evaluasi sebesar Rp 4 triliun, sebanyak Rp 2,5 triliun atau 52,60 persen berpotensi tidak efektif.
Kemudian pada tahun 2024 pihaknya melakukan sampling terhadap tiga pemerintah daerah yaitu Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung, Pemerintah Kabupaten Pesawaran dan Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan.
Sampling dilakukan untuk dua sektor, terdiri dari sektor pengentasan kemiskinan dan penanganan stunting. "Dari Rp2,5 triliun yang kita lakukan evaluasi sebanyak Rp1,3 triliun 54,38 persen berpotensi tidak efektif," ujar Nani Ulina Kartika Nasution.
Tidak hanya itu, berdasarkan hasil evaluasi terdapat beberapa hal yang menjadi penyebab banyak belanja yang berpotensi tidak efektif. Mulai dari kompetensi atau sumber daya manusia (SDM) perencanaan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dan Bappeda yang melakukan proses review.
"Kita lihat SDM rencana ini masih sangat terbatas baik dari sisi jumlah maupun kapasitas dalam memahami intervensi yang tepat dalam merumuskan indikator dan target program," ucapnya.