UNIOIL
Bawaslu Header

Horse Riding Melatih Mental dan Adrenalin ketika Berkuda

RUTIN BERLATIH: Baru serius menekuni olahraga berkuda tiga tahun terakhir, Roben Wibisono lolos seleksi Porda Jawa Timur. Targetnya masuk kejuaraan nasional. -FOTO RIANA SETIAWAN/JAWA POS -

BERKUDA bukan sekadar hobi baru yang sedang tren. Ada keunikan dalam olahraga ini yang mencakup interaksi antara manusia dan hewan, tantangan untuk bonding, dan adrenalin saat melaju di arena. Bila ditekuni, bisa membuka jalan menuju prestasi.

Dengan dedikasi, dan latihan tanpa henti, serta cinta yang terus tumbuh pada kuda, banyak orang akhirnya menemukan diri mereka berada di panggung kompetisi sebagai atlet berkuda nasional. Contohnya, tiga bersaudara Wibisono. Mulanya, Franklin Wibisono, (21); Gwennia Wibisono (18); dan Roben Wibisono (16) penasaran mencoba.

”Kami punya satu kakak lagi. Dia yang mengajak kami belajar berkuda bareng. Waktu itu (latihannya) di Kenjeran, terus kakak kuliah ke luar negeri,” ungkap Gwen saat ditemui Jawa Pos di Pandesa Riding School beberapa waktu lalu. 

Saat itu Gwen masih berumur 10 tahun, Frank 13 tahun, sedangkan si bungsu Roben yang baru berusia 8 tahun belum menunjukkan ketertarikannya pada olahraga berkuda. Tidak disangka, Gwen maupun Frank menunjukkan hasil yang bagus. Dengan cepat, mereka menguasai teknik-teknik berkuda. ”Tidak mudah menaklukkan kuda, tapi justru itu yang membuat saya tertantang,” sahut Frank.

BACA JUGA:Jojo, Burung Parrot yang Fasih Nyanyi Lagu Mahalini

Frank bahkan mencatat dirinya sudah terjatuh 33 kali ketika berkuda. Alih-alih trauma, Frank justru ingin sebanyak-banyaknya mengenal karakter berbagai jenis kuda lain. ”Jatuh adalah bagian dari belajar. Yang penting, peralatan lengkap untuk mencegah cedera serius,” imbuh mahasiswa Boston University, AS, itu.

Dia tidak menampik ada rasa takut meski telah sering berkuda. Tetapi dalam berkuda, mental rider berperan penting. Kuda dapat merasakan saat penunggangnya takut atau kesulitan mengendalikannya. ”Sebetulnya berkuda itu olahraga yang semua bisa jika mau belajar. Pokoknya percaya sama pelatih, percaya sama kudanya, dan percaya dengan kemampuan kita,” lanjutnya.

Masing-masing memiliki cara tersendiri untuk bonding dengan kuda. Frank yang sempat magang di stable di Normandia belajar banyak tentang karakter dan cara beradaptasi dengan berbagai jenis kuda. Terutama kuda jumping.

”Kalau aku karena di dressage, kuda dressage lebih kalem daripada kuda jumping, jadi bonding kita itu ya pas melakukan semua gerakan. Harus naik dulu, baru bisa mengenal karakternya, paling sama quality time aja,” timpal Gwen.

BACA JUGA:Cantiknya Mawar Charming Piano Berwarna Pink yang Mudah Dirawat

Beberapa bulan belajar, keduanya sudah turun ke area perlombaan dan selalu naik podium. Sementara itu, Roben baru serius menekuni berkuda dalam tiga tahun terakhir. Tak kalah dengan kedua kakaknya, dia membuktikan kemampuannya dengan lolos seleksi Pekan Olahraga Daerah (Porda) Jawa Timur dan menargetkan kejuaraan nasional (kejurnas).

”Saya suka menghabiskan waktu dengan kuda, mengajaknya jalan-jalan, dan merawatnya. Dari situ saya berpikir, kenapa tidak menekuni olahraga ini juga?” kata Ben, sapaan akrabnya.

Hampir setiap hari mereka berlatih meski tidak ada jadwal kompetisi. Pagi sebelum bersekolah dan sore hari. Meski kini ketiganya terpisah jarak, mereka tetap disiplin berlatih berkuda. Frank yang berada jauh di Boston, AS, beberapa kali mengikuti ajang berkuda di kampusnya.

 

Tag
Share