Bawaslu Header

Dugaan Penggelapan di Pabrik Tapioka Tri Karya Manunggal, Hakim Saran Dilakukan Restorative Justice

SIDANG DUGAAN PENGGELAPAN: Pengadilan Negeri Gunungsugih, Lampung Tengah, menggelar siding kasus dugaan penggelapan satu unit genset di pabrik tapioka Tri Karya Manunggal dengan terdakwa MS (72), Kamis (7/11).--FOTO RNN

LAMTENG - Sidang kasus dugaan penggelapan satu unit genset di pabrik tapioka Tri Karya Manunggal dengan terdakwa MS (72) digelar di Pengadilan Negeri Gunungsugih, Lampung Tengah, Kamis (7/11). Dalam persidangan, jaksa penuntut umum (JPU) Leni Oktarina dan Winardo Kasanegara menghadirkan 18 saksi yang terdiri atas 2 korban dan saksi fakta.

Dari hasil persidangan pembuktian saksi, Ketua Majelis Hakim Fitra Renaldo memberikan saran dalam perkara ini jika pihak kuasa hukum terdakwa dapat mengambil langkah restorative justice yang dapat menjadi alternatif penyelesaian perdamaian antara kedua belah pihak. 

"Restorative justice ini dari melihat rasa persahabatan yang sebelumnya dibangun bersama antara ketiganya saat membuka perusahaan tapioka. Dari masalah ini dapat diselesaikan dengan baik," saran Fitra.

Menanggapi saran restorative justice, Alvin Lim, S.H., M.H., M.Sc., CF.p. selaku penasihat hukum terdakwa menegaskan langkah dan upaya damai sudah ditempuh. "Kami juga sudah berupaya berdamai. Tapi, damai yang seperti apa? Jangan sampai penegakan hukum dibuat untuk meras atau mengambil hak klien kami. Kami berharap yang mulia majelis hakim memutus berdasarkan nilai-nilai keadilan dan Ketuhanan Yang Maha Esa," kata Alvin Lim.

Nathaniel Hutagaol, penasihat hukum terdakwa lainnya, menyangsikan akan adanya motif lain dari perkara ini. "Kami heran lho. Mereka (terdakwa dan korban, Red) ini kawan dari kecil. Selama berbisnis bersama tidak pernah ada masalah keuangan. Klien kami sudah menghasilkan puluhan miliar rupiah kepada mereka (kedua korban, Red). Apa yang menjadi motif sebenarnya?" ujarnya usai sidang.

Sementara dari pemaparan kedua korban terungkap, saksi korban Ko Foyun dan Ko Conghuan menguraikan bahwa dirinya bersama terdakwa MS terjadi kerja sama. Karena ketiganya saling bersahabat, perusahaan dibangun atas dasar rasa kepercayaan. Mendirikan perusahaan tapioka Tri Karya Manunggal di Kampung Srikncono, Kecamatan Buminabung, Lamteng, sejak 1997.

Pada akhir 2019 terjadi peristiwa alat pabrik yang meledak dan rusak hingga mengakibatkan pabrik tidak lagi dapat beroperasional kembali. Dari kejadian itu, Ko Foyun dan Ko Conghuan yang tinggal di Jalan Martadinata Blok 55 No.6, Cipedes, Tasikmalaya, Jawa Barat, ini, melaporkan ke pihak berwajib karena dari peristiwa itu terjadi penggelapan yang dilakukan MS atas aset perusahaan berupa genset merek Carterpillar seharga Rp160 juta.

Sementara Ahmad Fauzan, S.H., H.M. selaku kuasa hukum pihak korban Ko Foyun dan Ko Conghuan mengutarakan sikapnya atas saran majelis hakim untuk upaya restorative justice. Pihaknya tidak menutup kunci untuk pintu perdamaian dan berharap masalah ini bisa dengan penyelesaian terbaik untuk semua pihak.

’’Mengapa masalah ini berkembang hingga ke jalur hukum? Hal ini dilakukan karena setelah mengetahui pabrik tapioka yang dikelola MS mengalami musibah hingga kehilangan aset perusahaan. Di mana, pabrik dan aset sama sekali tidak ada atau kosong sehingga dilakukan laporan polisi. Kami mencoba koordinasi dengan pihak terdakwa untuk menanyakan kejelasan kondisi pabrik yang sebenarnya, namun upaya kami nihil,’’ kata Fauzan. 

Upaya damai, kata Fauzan, pihak korban hanya berharap haknya dapat dikembalikan dari sejumlah persentase saham yang dimiliki dalam perusahaan tersebut yakni 30% milik Ko Conghuan dan 40% milik Ko Foyun. (rnn)

 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan