Saksi IT Analisis Video Viral pada Sidang Qomaru

SIDANG: Sidang perkara dugaan tindak pidana pelanggaran pilkada dengan terdakwa Qomaru Zaman masih berlangsung. Kali ini masih dengan agenda pemeriksaan saksi-saksi.-FOTO RURI SETIAUNTARI-

Diberitakan sebelumnya, Qomaru Zaman terancam batal sebagai calon Wakil Wali Kota Metro periode 2024–2029 dan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000 atau paling banyak Rp6.000.000.

Hal tersebut setelah pasangan Wahdi Sirajuddin ini didakwa oleh jaksa penuntut umum (JPU) melanggar Pasal 71 ayat 3 juncto Pasal 188 Undang-Undang RI Nomor 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota Menjadi Undang-Undang.

Ya, calon Wakil Wali Kota Metro omor urut 02 Qomaru Zaman menjalani sidang pertama di Pengadilan Negeri (PN) Kelas I B Kota Metro, Senin (28/10). Sidang dimulai sekitar pukul 09.30 WIB di ruang Garuda PN Metro. Qomaru hadir didampingi kuasa hukumnya, Hadri Abunawar, dan timnya.

Humas Pengadilan Negeri I B Kota Metro Zoya Haspita mengatakan perkara Qomaru Zaman harus sudah mendapatkan putusan dalam 7 hari kerja sejak berkas dilimpahkan ke pengadilan negeri. Di mana berkas telah dilimpahkan pada Jumat, 25 Oktober 2024 lalu.

’’Dalam waktu 7 hari sejak berkas dilimpahkan ke PN, putusan sudah harus ada. Paling lambat Senin, atau bisa jadi Jumat sudah diputuskan. Tergantung jalannya, tetapi paling lambat Senin sudah ada putusannya," ungkap Zoya.

Hakim yang juga menjabat sebagai Wakil PN I B Kota Metro ini menjelaskan pada sidang perdana terdakwa Qomaru Zaman yang digelar saat ini terkait adanya dugaan telah melakukan tindak pidana sebagaimana yang diancam dalam Pasal 71 ayat 3 juncto Pasal 188 UU Nomor 10/2016 Perubahan Kedua atas UU Nomor 1/2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota Menjadi Undang-Undang.

’’Terkait hal ini, berkas sudah dilimpahkan ke PN Metro pada Jumat lalu. Dan hari ini dimulai sidang pertama. Sidang akan dilaksanakan selama 7 hari kerja. Itu harus sudah diputus oleh Pengadilan Negeri Metro," ungkapnya.

Ia menjelaskan sidang perkara Qomaru dilaksanakan seperti persidangan pada umumnya. Dalam agenda sidang pertama, akan dibacakan dakwaan oleh jaksa penuntut umum. 

Kemudian jika ada keberatan dari terdakwa terhadap dakwaan yang dibacakan oleh JPU, akan diberikan kesempatan kepada terdakwa dan kuasa hukumnya. Jika tidak ada keberatan, langsung ke pembuktian.

’’Jika tidak ada keberatan, akan dilanjutkan pemeriksaan saksi yang dihadirkan oleh JPU untuk membuktikan dakwaannya ini," pungkasnya.

Perlu diketahui, pada Pasal 71 ayat 3 berbunyi: Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Wali Kota atau Wakil Wali Kota dilarang menggunakan kewenangan, program, dan kegiatan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon baik di daerah sendiri maupun di daerah lain dalam waktu 6 (enam) bulan sebelum tanggal penetapan pasangan calon sampai dengan penetapan pasangan calon terpilih.

Kemudian pada ayat 5-nya disebutkan, dalam hal Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota selaku petahana melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), petahana tersebut dikenai sanksi pembatalan sebagai calon oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.

Pada Pasal 188 undang-undang nomor 1 tahun 2015 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti undang-undang nomor 1 tahun 2014 tentang pemilihan gubernur, bupati, dan walikota menjadi undang-undang berbunyi, Setiap pejabat negara, pejabat Aparatur Sipil Negara, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling  banyak Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah).

Setelah dibacakan dakwaan oleh JPU terkait dugaan pelanggaran Pilkada, penasehat hukum Qomaru Zaman, Hadri Abunawar menerima dakwaan tersebut dan tidak mengajukan eksepsi. "Penasihat Hukum tidak mengajukan eksepsi. Sebab telah memenuhi persyaratan," ujarnya.

Sidang pertama perkara dugaan tindak pidana pelanggaran kampanye dilanjutkan dengan menghadirkan saksi oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Tag
Share