Kemenperin Siapkan Skema Penyelamatan Sritex

PENYELAMATAN SRITEK: Kemenperin akan menyiapkan beberapa opsi penyelamatan terhadap PT Sri Rejeki Isman Tbk. atau Sritex (SRIL) dari kondisi pailit. -FOTO ANTARA -

Ke depannya, kata Reni, pemerintah juga akan membuat kebijakan baru agar kasus serupa tidak terjadi pada industri lainnya. "Sritex itu hanya sebagai case-nya, tapi untuk kebijakan besarnya kan kita belajar dari ini. Kebijakan besarnya, bahkan ada mengerucut, ada buat sandang kita ke depannya seperti apa," ujarnya.

 

Sementara Direktur Utama PT Sri Rejeki Isman (Sritex) Tbk. Iwan Kurniawan Lukminto menyebutkan pemutusan hubungan kerja (PHK) haram dalam usaha Sritex. "PHK itu adalah kata-kata yang sangat tabu, haram di dalam pelaksanaan usaha kami. Karena itu, kami ingin meyakinkan juga kepada seluruh karyawan/karyawati bahwa usaha Sritex saat ini tetap normal," kata Iwan Kurniawan Lukminto di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, Senin (28/10).

 

Iwan Kurniawan mengatakan, mengenai keputusan pailit tersebut saat ini pihaknya tengah berupaya menangani masalah ini dengan serius. "Dalam arti kami mengupayakan sekuat tenaga untuk naik banding di Mahkamah Agung supaya Mahkamah Agung memberikan satu keputusan untuk mencabut atau membatalkan keputusan Pengadilan Negeri Semarang, 21 Oktober 2024," katanya.

 

Selain itu, kata Iwan Kurniawan, pihaknya juga masih menjalankan konsolidasi secara internal dan eksternal sambil menanti putusan Mahkamah Agung. "Di dalam proses menunggu keputusan Mahkamah Agung ini, kami akan dihadapkan oleh kendala-kendala teknis yang akan terus kami antisipasi untuk menormalisasi kegiatan usaha Sritex," katanya.

 

Sementara Iwan Kurniawan menjelaskan keputusan pailit dimulai pada 2022 ketika Sritex memasuki fase PKPU atau disebut juga dengan penundaan pembayaran utang. "Di situ kami melalui proses yang cukup panjang, utang-utang yang perusahaan kami punya ini mempunyai satu kesepakatan yaitu perjanjian homologasi atau perjanjian pembayaran utang. Istilahnya kalau yang utang misalnya 5 tahun, lalu diperpanjang menjadi 7 tahun, yang utangnya 6 tahun diperpanjang menjadi 9 tahun. Jadi bayarnya diberikan kesempatan waktu," katanya.

 

Iwan Kurniawan mengatakan, awalnya perjanjian perdamaian tersebut disahkan oleh Pengadilan Negeri (PN) Niaga Semarang. "Semua juga sudah sesuai dengan aturan, sesuai dengan kewajiban kami untuk membayar sesuai dengan perjanjian ini. Namun salah satu dari pihak yang kurang tanggung jawab, mereka melayangkan tuntutan kepada kami untuk membatalkan perjanjian homologasi ini, perjanjian perdamaian ini," katanya.

 

Iwan Kurniawan mengaku kurang mengetahui alasan PN Niaga Semarang pada akhirnya mengabulkan tuntutan tersebut, sehingga surat perdamaian homologasi yang ditandatangani tahun 2022 itu batal. "Sehingga perusahaan kami dibilang perusahaan yang pailit," katanya.

 

Iwan Kurniawan mengatakan, sejauh ini kewajiban perusahaan terhadap karyawan tidak mengalami keterlambatan. Meski demikian, ia tidak memungkiri adanya efisiensi yang dilakukan oleh perusahaan.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan