Evaluasi Rapor Merah Jokowi untuk Perbaikan Pemerintahan Baru

Syaif Al Haq--

Oleh:  Syaif Al Haq

(11000123410114)

Mahasiswa Magister Hukum Universitas Diponegoro

Penerima Beasiswa Unggulan Kemdikbudristek

Kebijakan hukum dan demokrasi era Presiden Jokowi menggambarkan sebuah kemunduran bagi perjalanan bangsa. Bila dianalogikan sebagai sistem penilaian pendidikan, maka sepatutnya rezim Jokowi mendapatkan nilai tidak lebih dari 2,3 dalam sistem Indek Penilaian Kumulatif (IPK) atau tergolong ke dalam kategori rapor merah sehingga diperlukan evaluasi dan perbaikan pada pemerintahan selanjutnya. 

PEMERINTAHAN Presiden Joko Widodo telah menandai sebuah periode signifikan dalam sejarah politik dan pembangunan Indonesia. Sejak dilantik sebagai Presiden Republik Indonesia pada tahun 2014, Joko Widodo atau yang lebih akrab disapa Jokowi telah dihadapkan pada berbagai tantangan kompleks dalam menjalankan roda pemerintahan negara kepulauan terbesar di dunia ini. 

Sebagai seorang Presiden, Jokowi telah menjadikan program pembangunan infrastruktur menjadi program prioritas di masa kepemimpinannya yang pertama. Termasuk di dalamnya ialah pembangunan tol laut, tol darat, waduk, pembangkit listrik, kereta cepat, pelabuhan, dan jalan. Sehingga dalam masa pemerintahan periode pertamanya, ia telah menghadapi berbagai persepsi dari kalangan masyarakat, termasuk persepsi positif maupun negatif. 

Dalam periode kedua, Presiden Jokowi mengalihkan fokus pemerintahan pada pembangunan dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia Indonesia, sejalan dengan kebutuhan global akan sumber daya manusia (SDM) yang kompeten dan adaptif. Adapun program pembangunan infrastruktur masih terus dilanjutkan bersamaan dengan itu. Memang, secara kasat mata, program-program pembangunan yang diperkenalkan oleh pemerintahan Jokowi layak diapresiasi, terutama dari perspektif kepuasan publik, namun bila ditinjau lebih mendalam, kebijakan-kebijakan tersebut seringkali menimbulkan kontroversi, bahkan menimbulkan polemik yang intens di kalangan masyarakat dan para ahli. 

BACA JUGA:Limbah Kulit Buah Pisang Muli sebagai Obat Jerawat

Apabila diperhatikan dengan seksama, program pembangunan yang diperkenalkan Rezim Jokowi sejatinya menekankan pada bidang ekonomi berdasar pada paradigma pertumbuhan semata. Hal ini sejalan dengan fokus pembangunan pada masa kepemimpinan Presiden Soeharto. Padahal bila melihat era Orde Baru saat itu yang menekankan pada strategi dan implementasi pembangunan model pertumbuhan, ternyata ditemukan fakta bahwa hal tersebut membawa implikasi buruk yang sangat banyak, seperti bertambahnya pengangguran absolut dan terselubung, membengkaknya hutang negara, terjadinya kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup, dan pertumbuhan itu sendiri bersifat semu. 

Oleh karena itu, dalam konteks teori kebijaksanaan publik serta prinsip hukum dan pembangunan, penting untuk mempertimbangkan aspek-aspek lain yang memengaruhi kehidupan masyarakat secara holistik. Terutama dalam konteks demokrasi, kesejahteraan masyarakat, dan keadilan sosial. Dan, artikel ini bertujuan untuk membahas dan mengevaluasi kinerja pemerintahan Jokowi dalam mengelola masalah-masalah hukum dan pembangunan serta mengidentifikasi tantangan dan potensi perbaikan yang dapat diambil untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan dan inklusif di Indonesia. Sejalan dengan hal tersebut, artikel ini membahas lebih lanjut mengenai: (a) Tipologi Kepemimpinan Presiden Jokowi; dan (b) Evaluasi Kebijakan Hukum dan Pembagunan Pada Masa Pemerintah Jokowi. Analisis dari pembahasan ini menjadi pokok pembahasan pada bagian-bagian artikel ini.

BACA JUGA:ASN Pesawaran Diedukasi Menabung Saham

Trias Gaya Kepemimpinan Presiden Jokowi

Semenjak kemunculannya pada panggung politik nasional pada tahun 2012 yang lalu, ketika beliau menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta, gaya kepemimpinan baru diperkenalkan oleh Jokowi. Dahulu sebelum kedatangannya, pemimpin di level tertinggi, seperti Kepala Daerah atau bahkan Presiden, identik dengan gaya kepemimpinan elitis, yang memimpin dibalik meja dan melakukan perbaikan strategis secara berjenjang dengan hierarki birokrasi yang jelas. Kemudian, kedatangan Jokowi membawa disrupsi terhadap gaya kepemimpinan yang ada. Dia memperkenalkan gaya kepemimpinan baru, yaitu turun langsung ke lapangan, dan menjumpai rakyat secara langsung, yang kemudian disebut dengan gaya “blusukan”. Dampaknya, Jokowi menjadi simbol baru bagi kepemimpinan populis yang dicintai oleh rakyat, mewakili babak baru bagi pemimpin yang diinginkan oleh rakyat pada zaman ini. 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan