Bawaslu Header

Pahami Fraud dan GRC di Perguruan Tinggi!

WORKSHOP: SPI Unila menggelar workshop jenis-jenis fraud (kecurangan) dan pengenalan GRC di perguruan tinggi.--FOTO ANGGI RHAISA

BANDARLAMPUNG – Satuan Pengendalian Internal (SPI) Universitas Lampung (Unila) menggelar workshop jenis-jenis fraud (kecurangan) serta pengenalan governance, risk, and compliance (GRC) di perguruan tinggi. Workshop berlangsung di Ballroom Sheraton Hotel Lampung, Senin (21/10).

Wakil Rektor Bidang Umum dan Keuangan Unila Dr. Habibullah Jimad, S.E., M.Si. mengapresiasi workshop yang diselenggarakan oleh SPI Unila ini. ’’Workshop ini dimaksudkan untuk tata kelola universitas. Dalam setiap kegiatan harus tahu GRC," kata Habibullah. 

Habibullah berharap usai workshop ini seluruh kegiatan di Unila atau perguruan tinggi lain sesuai dengan aturan yang ada. "Nah, tadi sudah dibahas mengenai integrasi risk management (manajemen resiko), regulasi, serta tata kelola manajemen risiko dan kepatuhan," ujarnya.

Pada prinsipnya, kata Habibullah, bagaimana setiap unit patuh aturan dan bisa fleksibel. Karena itu, Habibullah berharap peserta workshop dapat memahami bentuk fraud dan GRC. "Kita berharap ini menjadi panduan bagaimana nanti diinformasikan dalam pelaksanaan tugas dan fungsi setiap unit yang ada di Unila. Kemudian sudah bisa mengidentifikasi risiko dan harus bisa membuat penanggulangan risikonya. Ke depan semua kebijakan yang kita ambil harus sudah sesuai aturan," ungkapnya.

Habibullah menyampaikan bahwa Unila juga sudah memulai sistem GRC karena sesuai program Ibu Rektor Unila Prof. Lusmeilia Afriani yakni Be Strong. ’’G-nya adalah GRC. Ini juga sebagai warning bagi kita supaya ke depan bisa menghindari kemungkinan-kemungkinan penyalahgunaan wewenang," katanya. 

Sementara Sekretaris SPI Unila Prof. Marselina, S.E., M.P.M., P.I.A. menjelaskan, SPI Unila ingin memberikan wawasan kepada perguruan tinggi di Lampung mengenai jenis-jenis fraud dan pengenalan GRC di perguruan tinggi.

Menurut Prof. Marselina, SPI Unila saat mengaudit seluruh laporan keuangan masih menemukan dugaan fraud yang kemungkinan tidak sengaja seperti kuitansi bodong, tidak ada materai, PPh salah, dan seterusnya.

"Saya menduga itu kesengajaan karena berulang kembali. Kami melihat mungkin mereka tidak tahu. Tapi, dalam pemaparan materi baru tahu itu fraud terjadi karena disengaja. Kami mengambil kesimpulan perlu mengadakan workshop ini guna membuka wawasan mengenai jenis-jenis fraud," jelas Prof. Marselina. 

Menurut Prof. Marselina, kecurangan itu ada saja. ’’Kecurangan terjadi karena ada kewenangan dan punya power untuk melakukan hal tersebut. Jadi kemungkinan juga karena ada tekanan. Misalnya, seorang bendahara tidak bisa lurus karena ada tekanan.  Contohnya, SPJ luar negeri agar keluar dana. Karena nggak bisa apa-apa harus mematuhi, terpaksa menyetujuinya,’’ ujarnya.

Dengan ada pengenalan fraud dan GRC di Unila, kata Prof. Marselina, tentunya implementasi ke depan tata kelola manajemen risiko dan segala sesuatu pelaksanaan kegiatan harus berpijak pada aturan. Setiap pengeluaran harus sesuai aturan yang ada," ungkapnya.

Termasuk, lanjut Prof. Marselina, dalam hal pimpinan memberikan kuitansi tidak dalam perencanaan itu nggak ada. ’’Bendahara berhak menolaknya dan mengatakan tidak ada dalam aturan. Kalau dalam aturan ada, itu bisa dilakukan. Bisa nolak ketika itu tidak sesuai dengan aturan. Nah, aturan-aturan itu dimasukkan di dalam namanya risiko. Jadi ada sebuah laporan tentang risiko apa saja yang dihadapi. Jadi terintegrasi dan patuh pada aturan. Sistem ini harus kita bangun. Supaya jalan yang benar," jelas Prof. Marselina.

Prof. Marselina berharap GRC dapat terlaksana pada 2025 untuk semua unit di perguruan tinggi swasta maupun negeri, khususnya semua unit di Unila. "Saat ini kan sosialiasi dahulu. Kami menargetkan pada 2025 sudah mulai terapkan GRC di semua unit di Unila. Jadi setiap unit harus tahu risiko apa," katanya. 

Prof. Marselina juga mengatakan workshop jenis-jenis fraud dan pengenalan GRC di perguruan tinggi ini diikuti 150 peserta dari 8 perguruan tinggi swasta atau negeri di Lampung. "Ini agar semua PTS maupun PTN di Lampung sama-sama mengetahui jenis-jenis fraud. Kemudian bagaimana langkah lebih lanjut terapkan GRC dan berkolaborasi antar-perguruan tinggi," jelasnya.

Pada dasarnya, kata Prof. Marselina, tantangan yang dihadapi perguruan tinggi itu sama. Yakni masalah keuangan, infrastruktur yang makin lama makin buruk di kampus, dan lainnya. "Artinya, kita bisa berkolaborasi antara perguruan tinggi negeri dan swasta. Apabila di kampus tertentu tidak terlihat itu fraud, kita bisa menyampaikan hal tersebut. Kita sama-sama cari solusi bersama. Jadi awalnya ada aturan, ada manajemen risiko. Pemerintahan tetap sesuai aturan yang ada," jelas Prof. Marselina.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan