RAHMAT MIRZANI

Belajar dari Dua Kali Penembakan Trump

Probo Darono Yakti, dosen hubungan internasional, FISIP, Unair, dan direktur Center for National Defence and Security Studies (CNDSS).-FOTO IST-

Insiden penembakan Donald Trump sejatinya memiliki pengaruh besar bagi preferensi pemilih, baik di ranah popular vote maupun electoral college. 

Trump dapat saja membangun narasi bahwa ia adalah tokoh yang selama ini dizalimi khususnya oleh presiden petahana yang belum berhasil menghadirkan keamanan bagi tiap warga negara tidak terkecuali posisinya sebagai VVIP yang hendak berlaga dalam kontestasi pilpres. 

Secara simultan, insiden Trump sangat berdampak terhadap elektabilitasnya. Pendukungnya dapat saja memberikan tambahan simpati dan dukungan yang justru dapat mendongkrak keterpilihannya di dalam kontestasi pilpres.

Jati diri atau ciri khas dari pendukung Trump makin menguat, khususnya kalangan pemilih lama Trump pada pilpres sebelumnya. Donald Trump mengambil reaksi yang cenderung tetap tenang dan optimistis serta mengimbau para pendukungnya untuk tetap solid mendukungnya. 

Kepercayaan diri Trump makin meningkat walaupun terjadi eskalasi yang membahayakan nyawanya. Strategi playing victim tentu dapat digunakan untuk menunjukkan bahwa justru di tengah-tengah visinya AS untuk great again tersebut terjadi persekusi sampai dengan kekerasan yang dilontarkan secara fisik.

Alih-alih pertanyaan besar apakah Harris dapat melanjutkan estafet Joe Biden dalam kepresidenan, Trump justru dapat memosisikan diri sebagai korban serangan dari lawan-lawan politiknya, yang dapat beresonansi dengan para pemilih yang merasa kehilangan hak pilihnya atau tidak percaya pada sistem politik. 

Momentum itu dapat menjadi leverage citra Trump yang seolah menjadi pihak yang disingkirkan secara kasar dalam kancah perpolitikan AS dengan serangkaian upaya untuk melukai secara fisik dan bahkan lebih parahnya melakukan percobaan pembunuhan.

Insiden kali ini sedikit banyak dapat meningkatkan jumlah pemilih di antara para pendukung Trump, yang terdorong dalam memberikan suaranya baik di jagat maya maupun dunia nyata sebagai tanggapan atas ancaman yang dirasakan terhadap kandidat yang didukungnya. 

Narasi emosional sarat populisme Trump dengan fakta-fakta yang beredar seputar penembakan tersebut dapat meningkatkan keterlibatan dalam aksi unjuk rasa maupun acara demonstrasi di jalan untuk bersuara membela sosok yang bertempat tinggal di Mar-a-Lago itu. 

Trump mendapat banyak simpati khususnya di media sosial, terutama berkaca pada peristiwa penembakan pertama dengan beredarnya foto dengan angle yang menarik memotret ia dari bawah membuat efek dramatisasi penembakan menjadi makin kuat.

REFLEKSI BAGI INDONESIA

Terlepas dari apa pun hasil Pilpres 2024 AS, kita perlu untuk meninjau kembali minat masyarakat dalam rasa ingin tahu masyarakat Indonesia pada konstelasi politik dari AS. 

Dari AS, kita belajar bahwa akar perpolitikan yang dijalankan melintas pada platform liberal sehingga tiap masyarakat dapat mengekspresikan aspirasinya kendati kemudian tampak jelas melanggar hukum dan tergolong dalam perbuatan kriminal. 

Konteks dan dinamika Pilpres 2024 AS pada dasarnya begitu dinamis dan menyumbangkan banyak perspektif baru yang menginspirasi politik Indonesia. Menarik pula untuk melihat relasi antara siapa pun presiden AS yang nantinya terpilih dengan presiden terpilih RI Prabowo Subianto yang segera dilantik pada 20 Oktober 2024. 

Proses dari pemilihan dapat direfleksikan, begitu pula dengan dinamika hubungan Indonesia-AS ke depan. Besar harapan presiden AS dan Indonesia yang baru membuat relasi kedua negara makin kuat. Semoga. (*)

Tag
Share