Pj. Gubernur Respons Serius Ancaman Gempa Megathrust

MONITOR GEMPA: Petugas BPBD Lampung menunjukkan peta zonasi gempa, Selasa (17/9).-FOTO PRIMA IMANSYAH/RLMG -

Sebelumnya, Kepala BMKG melalui Seksi Data dan Informasi (BMKG) Lampung Rudy Haryanto mengatakan banyak pemberitaan yang memaknai keliru atas pernyataan Potensi Gempa Megathurst Selat Sunda dan Mentawai. "Pembahasan mengenai potensi gempa di zona Megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut sebenarnya bukanlah hal baru, sudah lama, bahkan sudah ada sejak sebelum terjadi Gempa dan Tsunami Aceh 2004," katanya, , Rabu (21/8).

Menenurutnya munculnya kembali pembahasan potensi gempa di zona megathrust saat ini bukanlah bentuk peringatan dini atau warning yang seolah-olah dalam waktu dekat akan segera terjadi gempa besar. ”Tidak demikian. "Kita hanya mengingatkan kembali keberadaan Zona Megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut sebagai sebuah potensi yang diduga oleh para ahli sebagai zona kekosongan gempa besar (seismic gap) yang sudah berlangsung selama ratusan tahun. Seismic gap ini memang harus kita waspadai karena dapat melepaskan energi gempa signifikan yang dapat terjadi sewaktu-waktu," jelasnya.

Pembahasan potensi gempa di zona Megathrust Selat Sunda dan Mentawai-Siberut, kata dia, sebenarnya tidak ada kaitannya secara langsung dengan peristiwa gempa kuat M7,1 yang berpusat di Tunjaman Nankai dan mengguncang Prefektur Miyazaki Jepang.  "Menariknya, gempa yang memicu tsunami kecil pada 8 Agustus 2024 beberapa hari lalu mampu menciptakan kekhawatiran bagi para ilmuwan, pejabat negara dan publik di Jepang akan potensi terjadinya gempa dahsyat di Megathrust Nankai. Peristiwa semacam ini menjadi merupakan momen yang tepat untuk mengingatkan kita di Indonesia akan potensi gempa di zona seismic gap Selat Sunda dan Mentawai-Siberut," ujarnya.

Terkait pemberitaan gempa di Selat Sunda dan Mentawai-Siberut "tinggal menunggu waktu" yang di sampaikan sebelumnya, dirinya menerangkan hal ini dikarenakan kedua wilayah tersebut sudah ratusan tahun belum terjadi gempa besar, tetapi bukan berarti segera akan terjadi gempa dalam waktu dekat.  "Dikatakan tinggal menunggu waktu disebabkan karena segmen-segmen sumber gempa di sekitarnya sudah rilis gempa besar semua, sementara Selat Sunda dan Mentawai-Siberut hingga saat ini belum terjadi," ungkapnya.

Selain itu,  imbuhnya, hingga saat ini belum ada ilmu pengetahuan dan teknologi yang dengan tepat dan akurat mampu memprediksi terjadinya gempa (kapan, dimana, dan berapa kekuatannya), sehingga kita semua juga tidak tahu kapan gempa akan terjadi, sekalipun tahu potensinya. "Sekali lagi, informasi potensi gempa megathrust yang berkembang saat ini sama sekali bukanlah prediksi atau peringatan dini, sehingga jangan dimaknai secara keliru, seolah akan terjadi dalam waktu dekat," tegasnya.

Untuk itu, kepada masyarakat diimbau untuk tetap tenang dan beraktivitas normal seperti biasa, seperti melaut, berdagang, dan berwisata di pantai.  "Karena, BMKG selalu siap memberikan informasi gempabumi dan peringatan dini tsunami dengan cepat dan akurat," katanya.

Sekadar diketahui, terangnya, sejarah mencatat gempa besar terakhir di Tunjaman Nankai terjadi pada 1946 (usia seismic gap 78 tahun), sedangkan gempa besar terakhir di Selat Sunda terjadi pada 1757 (usia seismic gap 267 tahun) dan gempa besar terakhir di Mentawai-Siberut terjadi pada 1797 (usia seismic gap 227 tahun). 

’’Artinya kedua seismic gap kita periodisitasnya jauh lebih lama jika dibandingkan seismic gap Nankai, sehingga mestinya kita jauh lebih serius dalam menyiapkan upaya-upaya mitigasinya," pungkas dia. (mel/pip/c1/rim)

 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan