Benahi Impor dan Bea Cukai Untuk Cegah Deindustrialisasi

BeritaSatu Photo/Mohammad Defrizal Ilustrasi manufaktur Indonesia terus tergerus selama dua periode beruntun, yakni Juli dan Agustus 2024.-BeritaSatu/Mohammad Defrizal-

JAKARTA - Pemerintah perlu mengambil langkah serius dalam menghadapi potensi deindustrialisasi atau penurunan kontribusi industri.

Sinyal deindustrialisasi ini kian nyata usai data Purchasing Manager Index (PMI) manufaktur Indonesia terus tergerus selama dua periode beruntun, yakni Juli dan Agustus 2024.

PMI Manufaktur Indonesia bahkan menunjukkan aktivitas pabrik dalam negeri sudah tidak berada di zona ekspansif sehingga ini menjadi alarm darurat bagi Tanah Air.

Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (Apsyfi), Redma Gita Wirawasta menuturkan, setidaknya ada beberapa hal yang dapat dilakukan pemerintah untuk mengatasi permasalahan ini secara berkelanjutan.

BACA JUGA:Polres Pringsewu Gelar Rampcheck Bersama Dishub dan Jasa Raharja

“Yang pertama tentu kita harus membenahi atau membereskan masalah impor, baik yang legal maupun terlebih yang ilegal. Ilegal ini menjadi penyakit utama sebetulnya dari industri manufaktur kita,” ujar Redma dalam Investor Market Today IDTV, Rabu (4/9).

Menurut Redma, sebagian besar, mungkin sekitar 70-75 persen produk-produk manufaktur yang beredar di pasar domestik adalah barang importasi illegal, baik dijual secara offline, terlebih yang online. 

Oleh sebab itu, regulator harus membenahi sistem, salah satunya yang ada di Bea Cukai.

“Termasuk integritas personel yang ada di bea cukai itu menjadi masalah utama dan target yang harus menjadi fokus target pemerintah baru nantinya untuk menyelesaikan permasalahan di pasar domestik,” ungkapnya.

BACA JUGA:Dinkes Lampung Barat Gaungkan Program Desa Siaga untuk Peningkatan Kesehatan

Pasalnya, dikatakan Redma ketergantungan Indonesia terhadap ekspor khususnya manufaktur tidak terlalu besar. 

Secara prosentase, market industri dalam negeri sekitar 65-70 persen didominasi oleh konsumen lokal sehingga jika terjadi gejolak di global seharusnya industri manufaktur domestik bisa diamankan.

Namun hal ini tak dapat terjadi karena disrupsi impor barang murah.

“Kemudian juga terkait dengan bagaimana kita meningkatkan daya saing. Kita perlu dukungan dari pemerintah, kunci utama manufaktur itu, energi dan tenaga kerja. Nah yang kita minta bantuan dari pemerintah sebetulnya adalah dari sektor energi,” ungkapnya.

Tag
Share