RAHMAT MIRZANI

Hingga Juni 2024, 101.536 Karyawan Terkena PHK

PHK : Ilustrasi pekerja di pabrik tekstil, Jawa Barat. Diketahi berdasarkan data Kemnaker dari Januari sampai Juni 2024 ada 101.536 karyawan di PHK-Foto ilustrasi: Investor Daily/DAVID GITA ROZA-

JAKARTA - Badai pemutusan hubungan kerja (PHK) saat ini tengah melanda Indonesia.

Dari data Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker) RI, ada 101.536 karyawan yang terkena PHK dalam kurun Januari hingga Juni 2024.

Hal tersebut menjadi sorotan anggota Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Rahmad Handoyo.

Rahmad mengatakan, badai PHK di Indonesia salah satu penyebabnya akibat perlambatan laju pertumbuhan industri tekstil dan pakaian.

BACA JUGA:Rayakan HUT ke-79 RI, Telkomsel Hadirkan Pemanfaatan Teknologi 5G Standalone Pertama di Indonesia

Untuk itu, Rahmad mendorong agar pemerintah agar segera memberikan solusi terbaik bagi para pekerja yang terkena PHK.

 "Kondisi ini sangat memprihatinkan, dampak perekonomian Indonesia yang tidak stabil membuat masyarakat kehilangan mata pencariannya," ujar Rahmad.

Badai PHK ini berdampak kepada angka pengangguran yang bertambah di Indonesia.

Kata Rahmad, iklim investasi yang kurang baik juga menjadi penyebab terjadinya badai PHK.

BACA JUGA:Sidang CAS Dikabulkan, Maarten Paes Sudah Bisa Bela Timnas Indonesia

Dimana, perusahaan harus melakukan perpindahan lokasi usaha, yang berakibat pada banyaknya karyawan yang di PHK.

Menurut Rahmad, iklim investasi merupakan kebijakan, institusional, dan kondisi lingkungan yang berpengaruh terhadap tingkat pengembalian dan risiko suatu investasi.

Sehingga, iklim investasi juga harus di jaga dengan baik.

"Artinya hubungan industrial antara pekerja dengan industri maupun pengusaha itu juga harus berjalan harmonis, karena salah satu penyebab PHK itu karena ada relokasi pabrik dari Jabodetabek ke luar provinsi atau Jabodetabek," terangnya.

BACA JUGA:Setelah Buron Sebulan, Pelaku Pencurian Truk di SPBU Tulang Bawang Akhirnya Ditangkap

Lebih Rahmad, menjaga iklim investasi antara pelaku industri dengan para pekerja bisa menjadi jalan keluar yang menguntungkan semua pihak.

Rahmad menyampaikan upaya ini juga harus dimediasi oleh pemerintah.

"Kita jaga hubungan harmonis antara pekerja dengan industri sehingga solusi dari persoalan tidak harus dengan PHK, tidak harus dengan alokasi pabrik atau berpindah tempatnya yang dapat menyebabkan PHK," ungkapnya.

Pemerintah, terutama Kemenaker harus bisa menjadi mediator sehingga tercipta win-win solution.

BACA JUGA:Dua Daerah di Lampung Siap Umumkan Formasi Pengumuman CPNS 2024

Dirinya juga menilai pemerintah perlu mempertimbangkan pemberian insentif fiskal dan non-fiskal kepada industri tekstil dan pakaian jadi yang sedang mengalami masa-masa sulit.

Insentif ini dapat berupa pengurangan pajak, subsidi produksi, atau dukungan pembiayaan untuk membantu perusahaan menghadapi kesulitan dan mendorong pertumbuhan kembali.

“Dengan begitu kita harap dapat menekan dampak ekonomi dari masyarakat yang terkena PHK,” ungkapnya.

Data Kemenaker menunjukan terdapat 101.536 karyawan yang terkena PHK dari Januari hingga Juni. Jumlah ini diperkirakan akan terus meningkat hingga akhir 2024.

BACA JUGA:Ungkap Kasus Perkelahian Pelajar, Polisi Terapkan Restorative Justice

Rahmad menyebut, besarnya jumlah angka PHK itu harus mendapat perhatian lebih dari pemerintah.

"Melihat angka tersebut bisa menjadi parameter bahwa ini adalah isu penting yang harus segera diambil tindakan dan dicari solusinya. Kasihan rakyat yang kehilangan mata pencariannya," tegasnya.

Lebih lanjut, Rahmad menekankan pentingnya kolaborasi antar-stakeholder terkait.

Termasuk peningkatan kerja sama dengan Kamar Dagang Indonesia (Kadin) untuk menciptakan program-program yang mendukung pengembangan industri serta perlindungan pekerja.

BACA JUGA:Disnaker Bandar Lampung Belum Terima Laporan Karyawan Media yang di-PHK Sepihak

"Kolaborasi ini dapat mencakup penyusunan kebijakan, pelatihan tenaga kerja, dan inisiatif inovasi," tuturnya.(*)

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan