Beda yang Sama
-Ilustrasi Freepik-
Sudah telak. Tak bisa dibantah. Sepenggal pesan antara Naufal denganku sudah menunjukkan bahwa kami harus mengakhiri.
Kini aku harus berhadapan dengan pria yang sempat mengisi hatiku. Di sebuah kafe yang akan menjadi saksi berakhirnya cerita yang dulu sempat aku yakini akan bersatu.
Jika kami memulai hubungan dengan mengabaikan kepercayaan, kami akhiri hubungan dengan senyum mengikhlaskan.
"Terima kasih, Kak Naufal," kataku seraya mengaduk-aduk minuman di depanku.
Aku tersenyum kecil. Mendongak tepat pada manik matanya dan dapat kulihat rasa sayangnya padaku tulus.
"Semuanya. Selama ini hanya kakak yang ada di saat Aprilia butuh apa pun itu."
Aku bisa melihat senyumnya mengembang. Lalu ia mengangguk. Mengambil cangkir di depannya dan menyeruput pelan.
"Aku juga terima kasih Aprilia, karena sudah memberiku kisah cinta yang indah untuk dikenang. Kamu wanita yang baik semoga bertemu dengan pria yang baik dan seiman."
Kami saling diam. Membiarkan perasaan dan suasana mengambil alih keadaan saat ini.
"Kakak juga."
Lalu kami berpisah di depan kafe. Mengambil langkah kami masing-masing. Banyak cerita indah dan menyayat luka perjalanan cinta kami.
"Dapat mengambil keputusan sendiri adalah kemerdekaan yang indah. Ada perasaan lega yang tak dapat kulukiskan dengan kata-kata. Kejutan yang menyenangkan datang setiap harinya. Aku tak tahu apa lagi yang akan terjadi dalam hidupku setelah ini, cinta adalah sahabat yang licik, tapi aku siap menerima tantangan baru." (dari novel Ayah karya Andrea Hirata).
Pada akhirnya, aku kembali sendiri. Memperbaiki diri untuk menjemput seseorang yang kelak menjadi milikku secara pasti.
Dear, my future husband
Maaf, hatiku sudah tak lagi suci, karena pernah dimiliki oleh seorang pria lain.