RAHMAT MIRZANI

Beda yang Sama

-Ilustrasi Freepik-

Setelah sekian lama kami bersama. Menjalin asmara dengan lika-likunya. Menentang hal yang paling sakral bagi manusia mengatasnamakan cinta.

Semakin lama aku dan pria itu bersama, semakin aku memikirkan segala hal yang mungkin akan terjadi nanti. Entah restu akan kami raih ataukah tidak. Entah bahagia akan kami capai ataukah tidak. Kami tak tau karena cerita ini tak akan pernah berhenti. Kami yakin ada jalan untuk menyatu.

****

Tepat di bawah bulan yang bersinar sebagai penerang kehidupan. Disaksikan oleh ribuan bintang yang menggantung di langit malam. Aku bertemu dengan pria itu. Memandang indahnya dunia malam bersama sang pujaan.

Hening. Hanya gesekan angin dengan pohon yang menggugurkan dedaunan sebagai pemecah keheningan.

Pria itu menggenggam tanganku, menatap lekat ke manik mataku.

"Kita akan tetap bersama apa pun penghalangnya."

Bibir pria itu tertarik ke atas membuat sebuah lengkungan kebahagian.

"Kenapa? Apa kau tak percaya pada ucapanku?"

Dahi pria di sampingku ini berkerut setelah melihat perubahan ekspresi di wajahku. Aku tak mampu memandang wajahnya.

"Bukan begitu, tapi banyak pertanyaan yang melintas di pikiranku."

Aku melepas genggaman tangan kami. Kujatuhkan tubuhku di atas rumput hijau dengan kedua tangan sebagai bantalan.

"Di manakah tempat yang akan menyakralkan kita kelak? Di mana tempat yang akan menyatukan kita kelak?"

Mataku mulai berair mengatakan hal itu. Pria itu menatapku sejenak, kemudian menjatuhkan tubuhnya seperti yang kulakukan.

Pria itu hanya diam mendengar keluhan yang selama ini hanya terpendam sambil menerawang jauh ke langit.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan