Bulan meyusul setelah berhasil mendapatkan satu mangkuk bakso favoritnya.
"Kamu tumben cuma beli itu?" Bulan menanyakan pertanyaan itu lagi.
"Aku cuma dikasih sangu sepuluh ribu tau." aduku.
"Biasanya dua puluh ribu." Bulan terkekeh pelan. "yaudah sih gak apa-apa, terima aja." lanjutnya.
Aku mengangguk dan menggigit roti kesukaanku, roti isi selai nanas.
"Aku mau cerita nih." kata Bulan. Aku bahkan lupa pembicaraan kami tadi di kelas. Ya sudahlah, aku hanya perlu diam dan mendengarkan. Dan ketika dia bertanya aku akan menjawab.
"Cerita apa?" tanyaku.
"Aku ditawarin sama Bu Lisa buat ikut lomba nyanyi antar sekolah, tapi aku bingung terima aja apa mau kutolak." kata Bulan sambil cemberut.
"Minggu lalu juga aku abis batuk, jadi nggak tau ini gimana suaraku kalo nyanyi. Udah lama nggak latihan juga. Menurutmu terima aja apa enggak?"
Aku mendengarkan dengan sesekali menggigit rotiku.
"Jihan, kamu dengerin nggak sih?"
"Denger kok." Aku mengangguk.
"Kamu nggak dengerin dari tadi, kamu sibuk makan. Kalo ada orang ngomong tolong dong didengerin! Jangan cuek kayak gitu. Coba kalo kamu lagi ngomong sama orang terus dicuekin, gimana perasaanmu? Kamu ga suka 'kan kalo diabaikan? Sama, orang lain juga gitu begitu pun aku. Kayak nggak dihargain tau nggak?" Bulan terlihat menahan marah.
"Aku denger, Bulan."
"Tapi kamu kayak nggak peduli gitu kalo aku lagi ngomong. Please, hargain orang lain. Kamu kalo curhat, cerita, minta pendapat sama aku, aku dengerin. Aku kasih saran, aku kasih solusi. Tapi kamu enggak, kamu cuma diem." Bulan terlihat kecewa. Dia bahkan melupakan baksonya.
"Kamu 'kan tau aku, Bulan. Aku denger kok kamu cerita tadi. Aku cuma bingung harus nanggepin gimana, aku susah kasih solusi. Makanya aku lebih baik diem, aku takut salah." kataku tidak terima dengan perkataan Bulan.