JAKARTA - Bhima Yudhistira, seorang pakar ekonomi, mendesak pemerintah untuk membatasi impor barang pangan dan barang konsumsi.
Ini diungkapkan sebagai respons terhadap dampak konflik di Timur Tengah pada sektor riil.
Bhima menilai bahwa pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS tidak hanya dipicu oleh konflik Iran-Israel, tetapi juga oleh kebijakan impor yang liberal, termasuk impor beras yang mencapai 3 juta ton dan bawang putih, serta impor barang melalui e-commerce.
Menurutnya, dari posisinya sebagai Direktur di Center of Economic and Law Studies, penting untuk memperketat impor dan meningkatkan produksi domestik.
BACA JUGA:Hasil Uji Kompetensi Seleksi JPTP Pemprov Lampung, Ada Satu Nama Hilang
Sementara itu, Mohammad Faisal dari Center of Reform on Economic (Core) menekankan pentingnya kebijakan fiskal dan moneter yang lebih responsif dan akomodatif untuk mempertahankan daya beli masyarakat.
Faisal menyoroti kenaikan harga minyak sebagai faktor risiko yang dapat menyebabkan kenaikan harga BBM domestik, menyarankan agar pemerintah menghindari kebijakan yang dapat menekan konsumsi seperti kenaikan PPN dan pembatasan subsidi.
Faisal juga mengkritik respons otomatis terhadap kebijakan The Fed, seperti menaikkan suku bunga, yang bisa lebih merugikan sektor riil.
Sebagai alternatif, ia menyarankan penggunaan cadangan devisa untuk membantu mengurangi pelemahan nilai tukar rupiah. (*)