BANDAR LAMPUNG, RADAR LAMPUNG – Siapa yang sudah menonton film Satria Dewa: Gatot Kaca? Film besutan Hanung Bramantyo ini menceritakan tentang seorang superhero Indonesia tentang Gatotkaca. Sosok ini digambarkan memiliki kekuatan super. Ia juga bisa terbang layaknya Superman.
Bagi yang belum menonton film yang dirilis pada 2022 lalu ini, ada baiknya lebih dulu membaca artikel ini. Sebab, ada banyak perbedaan plot cerita film dengan sejarah pewayangan yang beredar di kalangan masyarakat.
Dalam babad pewayangan, Gatot Kaca terhitung masih keturunan Pandawa. Ia lahir dari pernikahan Bimasena atau biasa dikenal dengan sebutan Bima dari keluarga Pandawa dengan Arimbi -seorang putri yang berasal dari kerajaan raksasa, Pringgandani.
Saat keahirannya ke muka bumi, Gatot Kaca sudah memiliki tanda-tanda bakal menjadi sosok sakti mandraguna. Saat lahir, Gatot Kaca biasa dipanggil dengan sebutan Jabang Tetuka. Ada sebuah keanehan yang menyertai kelahirannya. Tidak ada satu senjata pun yang bisa memotong tali pusarnya.
Bahkan hingga usianya menginjak setahun, belum ada seorang pun yang mampu memutus tali pusar sang Jabang Tetuka. Kondisi ini membuat keluarga Pandawa resah.
Sang paman, Arjuna lalu bersemedi meminta petunjuk dewa. Di saat yang sama Karna saudara Pandawa lain ayah juga tengah bersemedi mencari pusaka. Semedi Arjuna rupanya menggugah Batara Narada -salah satu tetua dewa di Kahyangan. Batara Narada lantas tergerak memberikan senjata Konta Wijaya kepada Arjuna untuk memotong tali pusar Tetuka.
Namun karena raut wajah Karna dan Arjuna mirip, Batara Narada salah memberikan senjata Kontawijaya tersebut. Senjata sakti itu malah diberikan kepada Karna.
Beruntung, Batara Narada segera menyadari kekeliruan tersebut. Ia lantas meminta Arjuna mengejar Karna untuk meminta kembali senjata Kontawijaya tersebut. Namun Karna tak mau memberikan senjata itu begitu saja. Arjuna terus memaksa. Akhirnya, pertempuran antara keduanya pun tak terelakan lagi.
Singkat cerita, Karna berhasil membawa Kontawijaya. Sedangkan Arjuna hanya mampu merebut sarung pusaka sakti tersebut. Konon sarung pusaka Kontawijaya ini terbuat dari kayu mastaba. Sarung itu berhasil memotong tali pusar Tetuka. Namun, sarung senjata itu masuk ke dalam perut Tetuka.
Khasiat kayu Mustaba ternyata semakin menambah kekuatan Tetuka. Namun diramalkan, kelak Ia juga akan tewas di tangan pemilik senjata Kontawijaya.
Lalu Tetuka kemudian dibawa oleh Batara Narada ke kahyangan. Kebetulan saat itu, Kahyangan sedang digempur oleh Patih Sekipu dari Kerajaan Trabelasuket. Serangan dilakukan sang patih karena lamaran Rajanya, Kalapracona ditolak oleh bidadari bernama Batari Supraba.
Rupanya, Tetuka yang masih bayi inilah yang menjadi jagoan para dewa untuk menghadapi Patih Sekipu. Uniknya, semakin dihajar, Tetuka justru semakin kuat. Sekipu yang malu karena tak mampu mengalahkan Tetuka akhirnya mengembalikan bayi itu kepada Narada.
Tetuka lalu diceburkan ke dalam kawah Candradimuka. Semua dewa au memberi restu dengan melemparkan beragam jenis senjata ke dalam kawah. Ajaibnya, saat muncu dari kawah Candradimuka, Tetuka sudah berwujud pria dewasa berbadan besar layaknya raksasa. Sepasang taring menghiasi mulutnya.
Kesaktian Tetuka makin beripat ganda berkat pusaka dewa yang telah menyatu dalam tubuhnya. Akhirnya Tetuka yang lalu dinamai Gatot Kaca ini berhasil membunuh Sekipu dengan gigitan taringnya.
Mengetahui kejadian tersebut, para Pandawa didampingi kerabat mereka Kresna menyusul ke kahyangan. Kresna lalu memotong taring Tetuka. Ia juga berpesan agar Tetuka berhenti menggunakan sifat-sifat raksasa turunan dari sang Ibu.