JAKARTA - Kantor Perwakilan Bank Indonesia (KPwBI) Provinsi Bali menyampaikan pada November 2023 risiko inflasi yang perlu diwaspadai di antaranya berasal dari kenaikan harga cabai yang disebabkan oleh penyesuaian dengan pola panennya.
Kepala KPwBI Provinsi Bali R. Erwin Soeriadimadja di Denpasar, Sabtu (4/11), mengatakan kenaikan harga cabai berdasarkan data dari BPS Provinsi Bali juga menjadi salah satu sumber inflasi pada Oktober 2023.
Berdasarkan rilis BPS Provinsi Bali, inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) gabungan dua kota di Provinsi Bali (Denpasar dan Singaraja) pada Oktober 2023 tercatat sebesar 0,18 persen (mtm).
Realisasi inflasi tersebut lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya yang tercatat deflasi sebesar -0,03 persen (mtm) dan inflasi nasional pada periode yang sama sebesar 0,17 persen (mtm).
Secara tahunan, inflasi di Provinsi Bali tercatat sebesar 2,64 persen dan tetap terjaga pada rentang sasaran 3±1 persen.
Berdasarkan komoditasnya, inflasi pada Oktober 2023 terutama bersumber dari kenaikan tarif angkutan udara, harga cabai rawit, beras, bensin dan pisang.
Sedangkan untuk di bulan November 2023, potensi inflasi juga tidak jauh berbeda dibandingkan pada Oktober 2023.
Pada bulan ini potensi kenaikan tarif angkutan udara seiring dengan tren peningkatan harga avtur dan masih tingginya permintaan, potensi kenaikan harga cabai rawit sesuai dengan pola panennya.
Di sisi lain, intensitas El Nino diprakirakan mulai mereda dan curah hujan meningkat pada November akan mendukung produksi hasil pertanian.
Selain itu, mulai terjadinya panen padi pada November 2023 dan penyaluran bantuan pangan beras diprakirakan menahan laju kenaikan harga beras.
"Konsistensi kebijakan moneter serta eratnya sinergi pengendalian inflasi antara Bank Indonesia dengan pemerintah provinsi maupun Kabupaten/Kota dalam Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) dilakukan untuk menjaga tingkat inflasi," ujarnya.
Erwin menambahkan TPID Provinsi dan Kabupaten/Kota di Bali secara konsisten melakukan pengendalian inflasi melalui kerangka 4K antara lain intensifikasi penyelenggaraan operasi pasar murah untuk menjaga stabilitas harga dan pemantauan harga dengan koordinasi antar lembaga.
Selanjutnya melaksanakan pemantauan di pasar dan distributor untuk memastikan ketersediaan pasokan serta memperluas dan meningkatkan kerja sama antar daerah (KAD).
Selain itu mendorong peningkatan peran Perumda Pangan di Bali sebagai "offtaker" untuk menjaga stabilitas pasokan dan harga bahan pangan strategis, dan penyampaian harga pangan strategis untuk menjaga ekspektasi masyarakat. (ant/c1/abd)