Perludem Desak Jokowi Tarik Pernyataan

Rabu 24 Jan 2024 - 19:55 WIB
Reporter : Abdul Karim
Editor : Abdul Karim

JAKARTA – Pernyataan tegas Presiden Joko Widodo (Jokowi) bahwa dirinya dan menteri boleh kampanye dan berpihak dalam Pilpres 2024 menuai beragam kritik. Sebagai presiden, pernyatannya tersebut dinilai sangat dangkal dan merupakan praktik kenegaraan terburuk dalam sejarah Indonesia.

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Agustgyati mengatakan sangat dangkalnya pernyataan Jokowi tersebut juga berpotensi menjadi pembenar bagi presiden, menteri, dan seluruh pejabat yang ada di bawahnya untuk aktif berkampanye dan menunjukkan keberpihakan pada Pemilu 2024.

Apalagi, menurut dia, Jokowi punya konflik kepentingan langsung dengan pemenangan Pemilu 2024. Sebab anak sulungnya, Gibran Rakabuming Raka, merupakan calon wakil presiden (cawapres) yang mendampingi calon presiden (capres) nomor urut 02 Prabowo Subianto. ’’Padahal netralitas aparatur negara adalah salah satu kunci mewujudkan penyelenggaraan pemilu yang jujur, fair, dan demokratis," kata Khoirunnisa dalam keterangannya, Rabu (24/1).

BACA JUGA:Pengurus Masjid Al-Furqon Tidak Pungut Parkir

Ia pun menyesalkan Jokowi hanya merujuk pada ketentuan Pasal 281 ayat  1 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017. Ketentuan tersebut menyatakan bahwa kampanye pemilu yang mengikutsertakan presiden, wakil presiden, menteri, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, dan wakil wali kota harus memenuhi ketentuan tidak menggunakan fasilitas dalam jabatannya, kecuali fasilitas pengamanan bagi pejabat negara.

Padahal dalam UU Nomor 7 Tahun 2017, khsusnya dalam Pasal 282 UU Nomor 7 Tahun 2017, terdapat larangan kepada pejabat negara, pejabat struktural, dan pejabat fungsional dalam jabatan negeri, serta kepala desa dilarang membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu selama masa kampanye.

Dalam konteks ini, lanjut Khoirunnisa, Presiden Jokowi dan seluruh menterinya jelas pejabat negara. Sehingga ada batasan bagi presiden dan pejabat negara lain, termasuk menteri, untuk tidak melakukan tindakan atau membuat keputusan yang menguntungkan peserta pemilu tertentu, apalagi dilakukan di dalam masa kampanye.

BACA JUGA:Warning, Ad Hoc Penyelenggara Pemilu di Pesisir Barat Wajib Faham Sirekap

"Dalam konteks ini, jika ada tindakan presiden, apapun itu bentuknya, jika dilakukan tidak dalam keadaan cuti di luar tanggungan negara, tetapi menguntungkan peserta pemilu tertentu, itu jelas adalah pelanggaran pemilu. Termasuk juga tindakan menteri yang melakukan tindakan tertentu, yang menguntungkan peserta pemilu tertentu, itu adalah pelanggaran kampanye pemilu. Apalagi tindakan itu dilakukan tidak dalam cuti di luar tanggungan negara," tegas Khoirunnisa.

Perludem mendesak Presiden Jokowi menarik pernyataan bahwa presiden dan menteri boleh berpihak. Karena akan berpotensi menjadi alasan pembenar untuk pejabat negara dan seluruh aparatur negara untuk menunjukkan keberpihakan politik di dalam penyelenggaraan pemilu, dan berpotensi membuat proses penyelenggaraan pemilu dipenuhi dengan kecurangan, dan menimbulkan penyelenggaraan pemilu yang tidak fair dan tidak demokratis.

Tidak hanya itu. Ia juga mendesak Bawaslu untuk secara tegas dan bertanggungjawab menyelesaikan dan menindak seluruh bentuk ketidaknetralan dan keberpihakan aparatur negara dan pejabat negara, yang secara terbuka menguntungkan peserta pemilu tertentu. Selain itu, menindak seluruh tindakan yang diduga memanfaatkan program dan tindakan pemerintah yang menguntungkan peserta pemilu tertentu.

"Mendesak kepada seluruh pejabat negara, seluruh apartur negara untuk menghentikan aktivitas yang mengarah pada keberpihakan, menyalahgunakan program pemerintah yang mengarah kepada dukungan pada peserta pemilu tertentu," serunya.

Sementara, mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Manusia (ESDM) Sudirman Said yang juga Executive Co-Captain Timnas AMIN menyebut bahwa presiden maupun menteri boleh berkampanye dan memihak terhadap paslon tertentu merupakan praktik kenegaraan terburuk dalam sejarah.

BACA JUGA:Kasatbinmas Minta Warga Sukajawa Baru Aktifkan Siskamling

Sudirman mengatakan bahwa seorang presiden sebagai pemimpin tertinggi pemerintahan dan sebagai kepala negara sepatutnya menjalankan kepemimpinan yang menjunjung etika. Hal itu salah satu caranya adalah dengan cawe-cawe dalam pemilu.

Kategori :