Kemudian Ir. Warsono, M.S., Ph.D. menyatakan harus ada strategi hilirisasi riset. ‘’Memberikan manfaat tambahan yang bisa diterima oleh masyarakat dari hasil penelitian yang dilakukan oleh perguruan tinggi (PT) atau lembaga penelitian. Hasil penelitian tidak berhenti pada karya Ilmiah (publikasi) yang hanya 4 bermanfaat dan bisa dinikmati oleh kalangan terbatas. Hilirisasi diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah hasil penelitian. Selanjutnya juga akan menambah jumlah lapangan pekerjaan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” paparnya.
Dalam FGD ini juga, Direktur Externas Affairs PT GGP Welly Soegiono menyatakan riset harus berdasarkan pasar. “Industri juga melakukan riset karena pasar. Harus ada output dari penelitian. Jadi dalam penelitian harus ada kolaborasi. Jika Indonesia mau maju, jangan membuat apa yang orang Tiongkok bisa. Buat apa yang tidak bisa orang Tiongkok bisa,” katanya.
Selaras disampaikan Ir. Anshori Djausal, M.T. yang menyatakan hilirisasi itu bisnis atau komersial. “Mampu meningkatkan produk inovasi dan pasar serta meningkatkan nilai tambah dan memunculkan produk. Jadi hasil penelitian harus bisa dinikmati masyarakat juga,” katanya mewakili tokoh masyarakat.
Lain lagi dengan Ardiansyah, S.H. selaku perwakilan pers yang juga hadir dalam FGD tersebut. Ia mengkritik banyaknya profesor tidak bisa mengatasi persoalan-persoalan petani seperti di Lampung Barat. ’’Hilirisasi hasil penelitian ini saya nilai sangat bagus. Dengan dana penelitian cukup besar, tetapi kenapa banyak profesor di Lampung ini tidak bisa mengatasi persoalan-persoalan seperti petani tomat di Lampung Barat ketika harga anjlok. Seharusnya bisa. Misalnya persoalan pascapanen,” katanya.
Bang Aca –sapaan akrabnya– pun berharap perguruan-perguruan tinggi bisa membahas persoalan-persoalan yang ada di Lampung. ’’Sumber daya alamnya ada. Kita berharap hasil penelitian bisa betul-betul berdampak mengatasi persoalan-persoalan yang ada,” tegasnya. (sya/c1/rim)