BANDARLAMPUNG – Penurunan persentase kemiskinan di Provinsi Lampung dalam dua tahun terakhir mendapat apresiasi dari kalangan akademisi.
Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung (FISIP Unila) Vincensius Soma Ferrer menilai capaian tersebut menunjukkan bahwa program dan strategi yang dijalankan Pemerintah Provinsi Lampung mulai memberikan dampak konkret.
Menurut Soma, tren penurunan angka kemiskinan menjadi sinyal bahwa metode dan pendekatan yang diterapkan pemerintah daerah semakin efektif.
BACA JUGA: Rintis Usaha dari Menjual Karpet Jadi Menyewakan Karpet
“Artinya ada sebuah metode yang efektif yang dihasilkan Pemprov Lampung dalam upaya pengentasan kemiskinan. Jika strategi kolaboratif seperti yang digadang-gadang Pemprov mampu menurunkan persentase kemiskinan, maka cara yang sama dengan pendalaman metode dapat menjadi kunci yang menjanjikan untuk terus diseriusi,” ujarnya kepada Radarlampung.
Meski demikian, Soma menegaskan bahwa penurunan angka kemiskinan secara makro tidak boleh membuat pemerintah mengabaikan tantangan yang lebih besar, terutama terkait perbedaan kondisi ekonomi antarwilayah di Lampung.
“Lampung ini wilayahnya luas dan beragam. Di sinilah potensi ketimpangan struktur ekonomi muncul, karena beberapa daerah memiliki kerentanan yang lebih tinggi. Jadi sejatinya, penurunan angka tidak boleh menutupi fakta bahwa setiap wilayah membutuhkan strategi yang berbeda,” jelasnya.
Ia menambahkan, keragaman geografis Lampung—mulai dari pesisir, pegunungan, hingga dataran rendah—menuntut pendekatan yang tidak seragam dalam penanggulangan kemiskinan. Strategi kolaboratif, lanjut dia, harus mampu menyesuaikan diri dengan konteks sosial dan peluang ekonomi lokal di setiap daerah.
Soma juga menekankan bahwa kunci keberlanjutan penurunan kemiskinan terletak pada kepemimpinan daerah.
“Di situlah pentingnya kepemimpinan kepala daerah yang mampu mengorkestrasi kolaborasi lintas-lembaga dengan perspektif pengentasan kemiskinan yang kuat,” tegasnya.
Menurutnya, jika Pemerintah Provinsi Lampung terus memperdalam strategi kolaboratif dan mengakomodasi keragaman sosial ekonomi tiap wilayah, maka upaya pengentasan kemiskinan ke depan akan semakin optimal dan berkelanjutan.
Sebelumnya juga Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menegaskan pemerintah tidak bisa hanya mengandalkan bantuan sosial (bansos) dan kartu kesejahteraan untuk menekan angka kemiskinan di Indonesia. Diperlukan strategi pemberdayaan masyarakat agar perekonomian bisa naik kelas.
Direktur Pengembangan Big Data Indef Eko Listiyanto menyebut program bansos yang ada sudah berjalan baik, terutama dalam menopang kebutuhan dasar masyarakat. Namun, menurutnya, bantuan tersebut hanya berfungsi sebagai bantalan sementara.
“Kalau dalam konteks kesehatan dan pendidikan, bansos ini membantu. Jadi sifatnya sebagai bantalan biaya dan menjaga daya beli,” katanya kepada Beritasatu.com, Jumat (3/10).
Eko menilai, indikator keberhasilan program harus terlihat dari semakin banyak masyarakat yang tidak lagi bergantung pada bansos. Saat ini, dampaknya masih sebatas mempertahankan daya beli, belum sampai membuat masyarakat mandiri secara ekonomi.