Gubernur Siapkan Skema Peralihan Petani Singkong

Kamis 11 Sep 2025 - 21:17 WIB
Reporter : Prima Imansyah Permana
Editor : Yuda Pranata

BANDARLAMPUNG - Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal mengajak para petani singkong di Lampung untuk mulai beralih menanam komoditas strategis seperti padi gogo dan jagung.

Langkah ini dilakukan untuk memperkuat program ketahanan pangan nasional sekaligus menjawab tantangan fluktuasi harga singkong dan tepung tapioka yang terus merosot saat ini.

“Kita minta petani singkong mulai mempertimbangkan menanam padi gogo dan jagung. Dua komoditas ini sudah ditetapkan pemerintah sebagai komoditas strategis pangan. Harga gabah dan jagung dijamin, dan impor juga sudah dilarang. Ini memberikan peluang nilai tambah yang lebih luas, apalagi hilirisasi nya juga sangat potensial,” ujar Mirza usai rakor percepatan pencapaian swasembada pangan dan peningkatan kinerja pembangunan pertanian di Balai Keratun, Kamis 11 September 2025.

BACA JUGA:Harga Ayam Potong di Pasar Gintung Melonjak

Menurutnya, Lampung telah menjadi perhatian utama pemerintah pusat dalam pengembangan dua komoditas tersebut. Namun, peralihan ini menghadapi tantangan, terutama terkait ketersediaan air di daerah-daerah yang selama ini hanya bisa ditanami singkong.

“Permasalahan utamanya itu air. Karena itu tadi PLN juga sudah hadir dan siap membantu percepatan akses listrik untuk pompa-pompa air di daerah yang jauh dari irigasi,” jelasnya.

Pemerintah daerah, lanjut Mirza, telah menyiapkan skema Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk pembiayaan petani yang ingin beralih menanam jagung atau padi gogo. Program ini menyasar seluruh sentra pertanian singkong di Lampung.

Menurut Mirza, selama beberapa bulan terakhir, Pemprov Lampung juga aktif mendorong pemerintah pusat agar menghentikan impor tepung tapioka demi menjaga harga singkong di tingkat petani. 

Miza mengungkapkan bahwa harga tepung tapioka di dalam negeri terus anjlok karena tekanan produk impor. “Awal tahun ini harga tepung tapioka Indonesia masih di angka Rp 6.000 per kg, tapi sekarang sudah turun ke sekitar Rp4.500. Ini membuat harga singkong juga ikut jatuh, karena singkong kita digunakan sebagai bahan baku tepung tapioka,” jelasnya.

Ia menambahkan bahwa lebih dari 70 persen tepung tapioka digunakan untuk industri non-pangan seperti industri kertas, sementara kebutuhan untuk pangan sangat kecil.

“Kita lihat bahwa singkong dan tepung tapioka ini saat ini lebih cenderung jadi komoditas industri, bukan komoditas pangan. Maka, ketika industri terkena dampak dari kebijakan, harganya juga langsung jatuh. Ini yang membuat petani merugi,” ungkapnya.

Pada kesempatan tersebut, Mirza juga menyoroti kebijakan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang selama ini hanya diberlakukan di Lampung.

Menurutnya, hal ini membuat pabrik-pabrik lokal kalah bersaing dengan produsen dari daerah lain yang tidak terkena aturan serupa.

“Kesepakatannya kemarin, Pak Menteri Pertanian akan menetapkan HET secara nasional. Ini penting supaya harga jadi seragam dan adil,” katanya.

Mirza juga menyampaikan bahwa dalam waktu dekat ia akan bertemu Menko Perekonomian untuk membahas solusi jangka panjang bagi para petani dan industri pengolahan singkong.

Tags :
Kategori :

Terkait