Ada Tindakan Kekerasan Fisik dan Psikis
BANDARLAMPUNG - Universitas Lampung (Unila) merilis hasil investigasi internal terkait meninggalnya Pratama Wijaya Kusuma, mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB), dalam kegiatan Pendidikan Dasar (Diksar) Mahasiswa Pecinta Alam (Mahapel).
Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Unila Prof. Sunyono didampingi Ketua Tim Investigasi Prof. Novita dan tim hukum Unila Dr. Karmin menyatakan bahwa investigasi dilakukan dengan mengedepankan prinsip independensi, objektivitas, dan verifikasi berlapis.
Dalam prosesnya, kata Prof. Sunyono, melibatkan wawancara dengan peserta, panitia, alumni, dan pihak fakultas, serta pemeriksaan dokumen terkait. ’’Investigasi juga mencakup penelusuran bukti lapangan dan klarifikasi administratif dengan pihak Mahapel. Hasil investigasi mengungkap sejumlah temuan utama. Pertama, terdapat tindakan kekerasan fisik dan psikis yang melibatkan pemaksaan aktivitas berisiko tinggi dalam kondisi tidak aman, penghinaan, hingga praktik merendahkan martabat," katanya.
Kedua, lanjut Prof. Sunyono, ditemukan keterlibatan alumni dan senior sebagai pelaku atau pihak yang membiarkan kekerasan terjadi. ’’Ketiga, terdapat kelemahan struktural di tingkat fakultas, termasuk supervisi yang minim, pembiaran oleh dosen pembina, dan kurangnya pengawasan kegiatan di luar kampus. Keempat, organisasi Mahapel dinilai tidak kooperatif dalam memberikan akses terhadap dokumen relevan,’’ ujarnya.
Dengan demikian, kata Prof. Sunyono, Unila menyatakan bahwa peristiwa ini melanggar berbagai regulasi internal dan nasional, termasuk Peraturan Rektor serta Permendikbudristek No. 55/2024 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Perguruan Tinggi. ’’Karena itu, universitas berkomitmen mengambil tindakan tegas dan langkah perbaikan kelembagaan,’’ ungkapnya.
Rekomendasi utama dari tim investigasi, kata Prof. Sunyono, mencakup pemberian sanksi kepada pelaku kekerasan, baik melalui jalur etik maupun hukum, pembekuan sementara maupun secara permanen organisasi Mahapel, dan reformasi struktural. ’’Semua organisasi mahasiswa diwajibkan menyusun kode etik, SOP anti-kekerasan, dan melibatkan dosen pembimbing secara aktif," ungkapnya.
Prof. Sunyono juga mengakui dengan adanya hasil investigasi tersebut pihaknya kebobolan karena kembali terjadi kekerasan di lingkungan kampus dan hal ini akan menjadi bahan evaluasi menyeluruh terhadap tata kelola kemahasiswaan. ’’Ke depan, seluruh kegiatan mahasiswa, terutama yang dilakukan di luar kampus, wajib melibatkan izin dan pengawasan ketat dari universitas,” katanya.
Prof. Novita menambahkan, kegiatan Mahapel yang dilakukan saat itu tidak menjalankan sesuai rencana yang telah disusun atau tidak sesuai rundown. ’’Korban sebenarnya sudah menunjukkan kondisi kesehatan yang memburuk sebelum kegiatan usai. Namun, tetap dipaksa melanjutkan aktivitas berat berjalan selama lima jam hingga harus dibopong oleh anggota lain ke lokasi kegiatan. Hal ini memperburuk kondisinya setelah melalui aktivitas yang melelahkan pada malam sebelumnya. Seharusnya tidak boleh dilanjutkan jika sudah melihat kondisi Pratama,” ujarnya.