Gonjang-Ganjing Internal Partai Ummat, 24 DPW Protes AD/ART Dinilai Otoriter

Selasa 17 Jun 2025 - 20:27 WIB
Reporter : Agung Budiarto
Editor : Agung Budiarto

JAKARTA – Internal Partai Ummat tengah diguncang polemik terkait pengesahan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD/ART) terbaru. Naskah AD/ART tersebut dinilai memberikan kewenangan mutlak kepada Majelis Syuro, memicu gelombang protes dari sejumlah pengurus daerah.
Anggota Mahkamah Partai Ummat Herman Kadir mengungkapkan bahwa pihaknya telah menerima laporan dari 24 dewan pimpinan wilayah (DPW) terkait persoalan ini.
“Ada 24 DPW yang mengadu ke Mahkamah Partai. Saya putuskan ini adalah sengketa internal AD/ART,” ujar Herman saat menghadiri Mukernas II dan Munas I Partai Ummat di Jakarta, Senin (16/6/2025).
Menindaklanjuti aduan tersebut, Herman mengaku telah menyurati Menteri Hukum dan HAM agar menunda pengesahan AD/ART terbaru. Namun, ternyata Kemenkumham telah lebih dulu menerbitkan surat pengesahan atas AD/ART tersebut, yang sebelumnya disusun dalam forum di Yogyakarta akhir tahun lalu dan disahkan pada Mei 2025.
Menurut Herman, substansi dalam AD/ART tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Partai Politik. Salah satunya adalah penghapusan kewajiban untuk menggelar musyawarah nasional (munas) dan rapat kerja nasional (rakernas), serta memberikan seluruh kewenangan pengambilan keputusan kepada Majelis Syuro, termasuk dalam penentuan calon kepala daerah.
“Jadi semua keputusan ada di tangan Majelis Syuro. Ini membuatnya menjadi lembaga dengan kekuasaan absolut,” tegasnya.
Herman menyayangkan keputusan tersebut, apalagi menurutnya AD/ART baru itu digagas oleh Amien Rais. Ia menyebut Amien sebagai salah satu tokoh demokrasi Indonesia yang seharusnya mengedepankan nilai-nilai demokratis dalam partai.
“Partai ini relijius, menjunjung nilai-nilai Islam. Kekuasaan absolut seperti itu tidak mencerminkan nilai Islam,” tegasnya.
Selain itu, Herman juga mengkritisi praktik menjadikan partai sebagai alat untuk berdagang atau menghimpun kekayaan pribadi, yang menurutnya tidak sesuai dengan prinsip-prinsip Islam.
“Saya hanya ingin mengingatkan, jangan sampai partai dijadikan alat dagang. Itu tidak sesuai dengan semangat perjuangan Islam,” tandasnya.
Kasus ini dipastikan akan berlanjut ke ranah hukum demi memastikan kejelasan arah perjuangan Partai Ummat ke depan.
Terjadi huru-hara dalam struktur kepengurusan Partai Ummat mulai dari tingkat Dewan Pengurus Pusat (DPP), Dewan Pengurus Wilayah (DPW) hingga ranting. Hal tersebut dipicu adanya beberapa kebijakan pengurus pusat yang dinilai ngawur, imbasnya beberapa pengurus DPD membubarkan diri, salah satunya di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
“Hari ini pernyataan resmi membubarkan diri, karena harapan untuk memperbaiki sudah tidak bisa,” ujar Eks Sekretaris DPW Partai Ummat DIY Iriawan Argo Widodo di tengah rapat dengan para pengurus DPD Partai Ummat DIY di Jogja, Senin (2/6/2025).
Sikap mereka untuk menyatakan pembubaran diri bukan tanpa alasan. Dinamika dalam pihak internal pengurus partai dimulai sejak adanya pengubahan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) partai Ummat. Khususnya terkait ditiadakannya musyawarah melalui Rapat Kerja Nasional (Rakernas) dan Musyawarah Nasional (Musnas) dalam pemilihan Ketua Umum (Ketum) saat ini kembali dijabat oleh Ridho Rahmadi.
“DPW dan DPD se-Indonesia mengkritisi apa yang terjadi di DPP tetutama dalam Majelis Suro. Tanpa proses penyerapan aspirasi mengubah AD/ART,” tuturnya.
Pertemuan tersebut dihadiri oleh Pengurus DPW Partai Ummat DIY dan DPD di lima kabupaten/kota. Mereka menduga bahwa kebijakan pengubahan AD/ART tersebut tak lain sebagai upaya menghindari laporan pertanggungjawaban dari Ketum dalam kepengurusan periode sebelumnya.
“Karena kinerja periode sebelumnya memang banyak dikritisi,” bebernya.
Selain itu, pengubahan AD/ART juga sebagai salah satu upaya sepihak untuk memuluskan Ridho Rahmadi agar diangkat menjadi Ketum kembali. Dari total 37 DPW Partai Ummat se Indonesia, 21 di antaranya padahal menolak Ridho Rahmadi kembali menjadi Ketum, salah satunya DIY. Namun upaya tersebut gagal.
“Kami mendengar tiba-tiba ada pengumuman, Surat Keputusan (SK) dari Kementerian Hukum (Kemenkum) yang sudah mengakui AD/ART (baru). Maka secara legal formal kami tidak bisa menggunggat itu,” jelasnya.  (jpc/c1/abd)

Tags :
Kategori :

Terkait