Oleh Ustad Yudi Prayoga, M.Ag. Sekretaris MWCNU Kedaton, Bandarlampung
KITA hidup pada zaman yang penuh tantangan. Ketimpangan ekonomi, kesenjangan sosial, dan krisis kemanusiaan terjadi di mana-mana. Maka, kurban menjadi sangat relevan untuk menghidupkan kembali semangat berbagi dan kepedulian.
Kurban bukan sekadar ibadah ritual, tapi juga media sosial yang sangat kuat dalam Islam. Ia menyatukan aspek spiritual dan sosial: mendekatkan diri kepada Allah sekaligus mendekatkan hati sesama manusia.
Idul Adha tidak bisa dilepaskan dari kisah agung Nabi Ibrahim 'alaihissalam dan putranya, Ismail 'alaihissalam. Sebuah kisah tentang ujian iman dan ketundukan total kepada Allah. Saat Nabi Ibrahim diperintahkan menyembelih putranya yang sangat dicintainya, ia tidak menawar. Ismail pun tidak menolak. Semua tunduk dan patuh kepada perintah Allah.
Kepatuhan ini yang menjadi teladan bagi kita hari ini. Bahwa ibadah kurban adalah manifestasi dari ketakwaan. Kurban bukan semata penyembelihan hewan, tapi penyembelihan ego, keakuan, dan kelekatan terhadap dunia. Inilah sisi spiritual dari kurban. Allah berfirman dalam Surah Al-Hajj ayat 37 yang artinya: ’’Daging (hewan kurban) dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaanmu. Demikianlah Dia menundukkannya untukmu agar kamu mengagungkan Allah atas petunjuk yang Dia berikan kepadamu. Berilah kabar gembira kepada orang-orang yang muhsin.’’
Ayat di atas menjadi penegas bahwa tujuan utama kurban adalah menumbuhkan ketakwaan. Bukan soal besar atau kecilnya hewan, bukan soal jumlah atau nilainya. Tapi, soal keikhlasan hati dalam menjalankan perintah Allah.
Namun, Islam bukan hanya agama ritual. Islam adalah agama yang menyatukan antara spiritualitas dan sosialitas. Ibadah kurban bukan hanya antara hamba dan Tuhannya, tapi juga harus memberi dampak bagi manusia di sekitarnya.
Kurban adalah sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah (taqarrub ilallah), tapi juga bentuk nyata kepedulian terhadap sesama, terutama mereka yang membutuhkan. Rasulullah bersabda yang artinya: ’’Sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia yang lain.’’ (HR ad-Daru Quthni dan al-Baihaqi).