Oleh: Muslih, S.H.I., M.H.
Dosen Agama dan Dosen Ilmu Hukum Universitas Malahayati Lampung
BISMILLAH. Alhamdulillah. La Haula Wala Quwwata Illa Billahil Aliyil Adzim. Allahuma Soli Ala Sayyidina Muhammadin Wa’ala Alihi Sayyidina Muhammadin.
Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarakatuh. Ramadan menggambarkan bagian siklus tentang waktu (al-asr), hidup, (al-haya), dan ibadah. Roda kehidupan manusia terus berputar detik ke menit, ke jam, ke minggu, ke bulan, bahkan ke tahun melewati ujian, halangan rintangan, dan tantangan.
Pada ujian yang diberikan Allah SWT, ada yang berupa nikmat tenang dan berupa musibah. Tenang ini gambaran kehidupan yang berhasil mendapat kemenangan. Tapi, ada juga ujian hidup yang Allah berikan kenikmatan tapi tidak merasa senang, apalagi tenang. Diberikan musibah, marah hingga hilang arah. Ini menggambarkan kemunduran. Bahkan mengarah kesesatan sebagaimana firman Allah: "Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (Qs. al-Mulk: 2).
Sumber ketenangan hidup salah satunya memaknai Ramadan secara efektif tentang waktu, hidup, dan ibadah manjadi satu kesatuan nikmat. Juga tantangan untuk jadi manusia paling baik amalnya.
Sebagaimana orang berpuasa Ramadan agar ia bertakwa (laallakum tattaqun). Dengan Ramadan, Allah berikan kesempatan pintu pengampunan, waktu bercocok tanam yang tepat, segala kebaikan dilipatgandakan, keberkahan (sahrul mubarok), dan setan-setan dibelenggu bahkan ada malam lebih baik daripada seribu bulan.
Manusia pada bulan Ramadan dituntut untuk patuh pada perintah Allah dan larangan-Nya. Menahan diri agar tidak batal puasa, menahan buka sebelum masuk waktu, dan menahan santap takjil atau makan berlebihan tidak dengan cara yang benar sesuai Islam.
Melatih diri mengendalikan nafsu melalui bulan Ramadan itu menjadi tantangan sebagaimana orang berpuasa ia tunduk dengan keyakinan atas imannya atau ia tunduk dengan nafsunya. Hal demikian menggambarkan orang berpuasa ada tiga tingkatan.