Direktur NETGRIT Soroti Pentingnya Penataan Rekrutmen Tenaga Penyelenggara Pemilu

Kamis 06 Mar 2025 - 16:46 WIB
Reporter : Agung Budiarto
Editor : Agung Budiarto

JAKARTA - Direktur Eksekutif Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) Hadar Nafis Gumay menegaskan pentingnya penataan ulang proses rekrutmen tenaga penyelenggara pemilu untuk memastikan mereka memiliki profesionalisme, integritas, dan independensi. Penataan ini dianggap sebagai langkah vital dalam memperbaiki sistem pemilu di Indonesia.
’’Ke depan, kita perlu melakukan penataan kembali, agar kita bisa mendapatkan penyelenggara pemilu yang benar-benar profesional, berintegritas, dan mandiri,” ujar Hadar saat rapat dengar pendapat umum (RDPU) Komisi II DPR RI dengan sejumlah pakar terkait sistem politik dan pemilu, di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, pada Rabu (5/3).
Pernyataan tersebut disampaikan Hadar untuk merespons pelaksanaan pemungutan suara ulang (PSU) di 24 daerah yang diperintahkan oleh putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Menurutnya, banyaknya PSU yang terjadi menunjukkan adanya ketidakberesan dalam penyelenggaraan pemilu.
“PSU yang berlangsung di banyak daerah menggambarkan adanya masalah besar dalam penyelenggaraan pemilu. Ini jelas menunjukkan ketidakberesan dari penyelenggara pemilu,” jelasnya.
Dia juga menambahkan, biaya besar yang dikeluarkan untuk PSU seharusnya tidak terjadi jika penyelenggara pemilu bekerja dengan baik dan profesional.
“Biaya yang dikeluarkan untuk PSU sangat besar, dan seharusnya ini tidak terjadi jika kita memiliki penyelenggara pemilu yang profesional,” ujarnya.
Hadar juga menekankan pentingnya agar proses seleksi penyelenggara pemilu dilakukan secara terbuka, terukur, dan bebas dari kepentingan politik. Selain itu, dia mengusulkan agar penyelenggara pemilu diisi oleh individu dengan kematangan usia yang cukup.
“Jika mereka adalah orang-orang yang lebih matang, mereka tentu akan lebih objektif dan tidak memanfaatkan posisi mereka untuk kepentingan politik,” kata Hadar.
Di samping itu, Hadar menyoroti pentingnya memastikan kuota 30 persen keterwakilan perempuan di setiap level penyelenggara pemilu.
Selain itu, Hadar juga mengusulkan untuk mempertimbangkan kembali keberadaan penyelenggara pemilu yang bersifat permanen, terutama di daerah dengan jadwal pemilu yang berdekatan. Menurutnya, apabila jarak antara pemilu tidak terlalu jauh, maka penyelenggara pemilu permanen di daerah tersebut bisa dikurangi.
“Jika jarak antara pemilu atau pilkada sangat dekat, tidak perlu ada penyelenggara pemilu permanen di daerah tersebut,” ucap Hadar.
Lebih lanjut, Hadar menegaskan bahwa keberhasilan pelaksanaan pemilu sangat bergantung pada kualitas penyelenggaranya. Menurutnya, keberhasilan pemilu dapat tercapai apabila penyelenggara bekerja sesuai dengan aturan yang berlaku.
“Bahkan ada yang mengatakan, 50 persen keberhasilan pemilu bergantung pada bagaimana penyelenggara bekerja dengan baik,” jelasnya.
Hadar juga mengingatkan bahwa meskipun Indonesia memiliki lembaga penyelenggara pemilu yang lengkap, seperti Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), pemilu di Indonesia masih kerap bermasalah.
“Kita memiliki lembaga penyelenggara yang sangat lengkap dan memiliki otoritas besar. Namun, kenapa pemilu kita masih bermasalah? Ini harus menjadi pertanyaan besar bagi kita semua,” tandasnya. (ant/c1/abd)

Kategori :