JAKARTA – Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mengusulkan agar pemungutan suara elektronik (e-voting) dipertimbangkan dalam penyelenggaraan pemilu mendatang.
Hal ini bertujuan mempermudah para perantau yang tidak dapat kembali ke daerah asalnya pada saat pemilu untuk dapat memilih.
Komisioner Komnas HAM Saurlin Siagian menjelaskan bahwa usulan ini mempertimbangkan banyaknya pekerja yang tinggal jauh dari kota atau kabupaten asal, yang terkadang kesulitan untuk pulang saat pemilu.
“Di Indonesia ini banyak orang yang bekerja di luar kotanya atau kabupatennya. Nah, kalau mereka tidak pulang, mereka kehilangan hak pilihnya. Ini harus jadi perhatian,” kata Saurlin dalam acara Peluncuran Kertas Kebijakan Perlindungan dan Pemenuhan HAM Petugas Pemilu di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Rabu (15/1).
Saurlin juga memberikan contoh kasus di Tegal, Jawa Tengah, di mana hampir 50 persen penduduknya bekerja di luar kota.
Banyak dari mereka yang enggan pulang untuk memberikan suara, karena merasa sayang meninggalkan pekerjaan mereka, seperti warung Tegal, hanya untuk satu hari.
“Di Tegal itu hampir 50 persen penduduknya berada di luar kota. Mereka tidak mau pulang karena khawatir warung Tegal mereka akan ditinggalkan. Mereka lebih memilih mempertahankan KTP mereka dan tidak mau pindah,” ujarnya.
Menurut Saurlin, untuk mengatasi masalah ini, penerapan teknologi dalam pemilu melalui e-voting bisa menjadi solusi yang lebih efektif dan efisien.
Lebih lanjut, Saurlin menambahkan bahwa Komnas HAM akan terus memantau dan mengawal proses revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu yang kini telah masuk dalam program legislasi nasional (prolegnas) 2025. Revisi ini diharapkan dapat membawa perubahan positif dalam sistem pemilu yang lebih inklusif dan modern. (ant/c1/abd)