Kejari Lirik Kasus TPP Lamsel Senilai Rp14,4 M
--
KALIANDA – Indikasi kelebihan bayar tambahan penghasilan pegawai (TPP) di lingkup Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan (Pemkab Lamsel) mendapat perhatian dari kejaksaan negeri (kejari) setempat.
Korps Adhyaksa ini berencana turun tangan menangani kasus dugaan pelanggaran aturan yang dinilai menyebabkan kerugian negara hingga Rp14,4 miliar tersebut.
Pihak kejari mengaku segera mengumpulkan bukti-bukti pendukung sebelum melanjutkannya dengan proses penyelidikan.
Kasi Intelijen Kejari Lamsel Volanda Azis Saleh mengaku telah mengetahui adanya informasi TPP Pemkab Lamsel yang diduga melanggar aturan. ’’Iya, saya sudah baca informasi itu,” kata Volanda, Selasa (9/7).
BACA JUGA:BPK Temukan Kebocoran Retribusi Pelayanan Pasar di Lamsel
Menurut Volanda, pihaknya masih mempelajari masalah tersebut untuk mengetahui ada atau tidaknya tindak pidana dalam masalah itu.
’’Yang pasti, kami akan mempelajarinya dahulu sebelum melakukan proses penyelidikan. Setelah kami pelajari dan ada unsur tindak pidana, tidak menutup kemungkinan kami melakukan proses penyelidikan,” tegasnya.
Diketahui sebelumnya, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI perwakilan Lampung menemukan banyak masalah pada anggaran Pemkab Lamsel tahun 2023.
Selain masalah belanja makan-minum dan ATK serta paket infrastruktur, BPK juga menemukan kejanggalan pada tambahan penghasilan pegawai (TPP).
BACA JUGA:Tiga Petahana Dapat Surat Tugas PDIP, Rekomendasi Tunggu Koalisi
Berdasarkan laporan hasil pemeriksaan (LHP) sistem pengendalian intern dan kepatuhan terhadap UU Pemerintahan Kabupaten (Pemkab) Lamsel tahun 2023, anggaran TPP dialokasikan sebesar Rp163.212.452.770 dengan realisasi sebesar Rp150.889.080.576 atau 92,45 persen.
Diketahui, realisasi belanja tambahan penghasilan berdasarkan pertimbangan objektif Lainnya (TPP POL) ini termasuk belanja tambahan penghasilan atas pengelola barang dan pengelola keuangan.
Rinciannya, untuk belanja honorarium penanggung jawab pengelolaan keuangan dianggarkan Rp13.639.152.500 dengan realisasi Rp13.292.610.400 atau 96,05 persen.
Sedangkan, belanja jasa pengelolaan BMD yang tidak menghasilkan pendapatan dianggarkan Rp1.193.400.000 terealisasi Rp1.119.818.852 atau 93,83 persen.