Kemenag Reaksi Keras Garuda Indonesia
GARUDA INDONESIA: Keterlambatan dalam penerbangan haji 2024 sudah di atas batas toleransi Kemenag.-FOTO HANUNG/JAWA POS-
JAKARTA - Tidak heran jika Kementerian Agama (Kemenag) memberikan reaksi keras terhadap tingginya tingkat keterlambatan Garuda Indonesia menerbangkan calon jamaah haji (CJH) ke Arab Saudi. Sebab, persoalan itu menimbulkan rentetan dampak di semua sektor. Terutama terhadap pemenuhan layanan bagi jamaah.
Salah satu yang paling terasa, jamaah tiba di Madinah dalam kondisi sangat lelah. Sebab, mereka harus menjalani beragam proses selama perjalanan lebih dari 10 jam.
Tak sedikit yang kondisi fisiknya langsung menurun. ’’Kaki saya langsung bengkak. Sebab sudah di Juanda sejak pagi dan baru tiba di Madinah malam,’’ ujar Arief, jemaah dari embarkasi Surabaya, Jumat (24/5).
BACA JUGA:Tiga Pejabat Rutan Diduga Bantu Napi Kabur
Selain itu, di sejumlah hotel tempat CJH menginap, banyak jamaah yang datang terlambat ke hotel. Akibatnya, durasi masa tinggal mereka berkurang. Sebab, sistem sewa hotel di Madinah berdasar jumlah hari tinggal. Berbeda dengan di Makkah. Di sana, sistem sewa hotel menggunakan skema full season (selama musim haji).
Kepala Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi Daerah Kerja (Daker) Madinah Ali Machzumi menyebut, masalah keterlambatan penerbangan merupakan ranah maskapai. ’’Yang jelas, kami sudah mengikhtiarkan seluruh jemaah haji Indonesia mendapatkan layanan maksimal sebagaimana yang sudah disepakati,’’ katanya.
Pada bagian lain, mulai hari ini (kemarin) sekitar 120 ribu CJH di tanah air akan berangkat pada penerbangan gelombang kedua. Mereka tidak lagi mendarat di Madinah, melainkan di Bandara Internasional King Abdul Aziz, Jeddah.
BACA JUGA:Ditpolairud Siap Amankan WSL Internasional
Sebelumnya, ”dosa” Garuda Indonesia dalam penerbangan haji 2024 sudah di atas batas toleransi Kemenag. Bahkan saat masa penerbangan haji baru sebelas hari berjalan, Kemenag sudah menyatakan manajemen Garuda Indonesia gagal.
Sikap tegas itu disampaikan Juru Bicara Kemenag Anna Hasbie di Jakarta kemarin (22/5). Anna memerinci, setidaknya ada tiga masalah besar yang terjadi pada maskapai pelat merah tersebut. Kasus pertama yang menjadi perhatian publik adalah terbakarnya mesin pesawat pengangkut jemaah embarkasi Makassar.
Masalah berikutnya adalah seringnya kasus delayed. Dari 80 penerbangan haji, ada 38 kasus keterlambatan. Secara akumulasi, keterlambatan penerbangan mencapai 47,5 persen.
Rapor merah berikutnya adalah kasus jemaah pecah kloter. ”Jemaah yang sedianya satu kloter tidak bisa berangkat bersama,” katanya. Kasus pecah kloter itu membuat jemaah tidak nyaman. Hal itu juga memperumit layanan berikutnya seperti penyediaan bus sampai penyiapan kamar hotel dan katering di Saudi.
Persoalan lain yang seharusnya tidak boleh terjadi adalah tas dan kursi roda jemaah tertinggal. Kasus tersebut dialami kloter 28 embarkasi Solo. Total 11 kursi roda dan 120 tas kabin milik jemaah tertinggal di tanah air. ”Petugas dan jemaah sempat mencari-cari,” katanya. Akhirnya tas dan kursi roda yang tertinggal itu dititipkan di kloter 33 embarkasi Solo.
Anna mengatakan, Kemenag sejatinya sudah melayangkan surat teguran tertulis kepada Garuda pada 16 Mei lalu. Tetapi, sampai saat ini belum ada perbaikan yang signifikan.
Di bagian lain, Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra enggan berkomentar mengenai komplain yang disampaikan Kemenag. ’’Enggak ada tanggapan,” singkatnya. (jpc/c1/rim)