RAHMAT MIRZANI

Sidang Lanjutan Seret Wartawan Tuai Kontroversi

USAI PERSIDANGAN: Tim penasihat hukum menilai dakwaan JPU kabur. -Foto Rozy Irsantoni-

KOTABUMI - Sidang lanjutan perkara dugaan penganiayaan antara kelima warga adat dan Agus Kristian Hulu yang juga menyeret seorang wartawan di Kabupaten Lampung Utara (Lampura) menuai kontroversi.Tim Penasehat Hukum (PH) menilai dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dinilai kabur atau tidak ada kepastian, Rabu 22 Mei 2024.

 

Dakwaan yang dinilai kabur tersebut diungkapkan  Samsi Eka Putra, S.H. mewakili tim penasihat hukum ke enam orang terdakwa pada sidang eksepsi yang digelar di pengadilan Kotabumi.

 

Pada eksepsi tersebut disampaikan bahwa penuntut umum harus bersifat cermat dan teliti dalam membuat sebuah dakwaan.“Dakwaan tidak jelas dan kabur (obscuur libelum) serta tidak ada kepastian, sehingga terkesan dipaksakan. Kemudian dakwaan penuntut umum tidak memenuhi syarat material, dimana telah disusun secara tidak cermat, tidak jelas dan tidak lengkap, serta keliru menempatkan perbuatan terdakwa dan tidak menguraikan secara cermat, jelas, dan lengkap mengenai perbuatan pidana, sehingga dakwaan penuntut umum batal demi hukum,” ucap Samsi Eka Putra, didampingi Tim PH lainnya.

 

Adapun yang dimaksudkan openasihat hukum tidak cermatnya dan kabur dakwaan penuntut umum karena di dalam rekonstruksi di kepolisian ada dua Adegan, adegan versi dari pelapor dan versi dari tersangka.“Dua versi ini masing-masing memiliki kekuatan hukum yang sama, dengan artian memiliki saksi-saksi masing-masing” ungkap Samsi.

 

Masih menurut penasihat hukum, sementara dari dua reka adegan tidak terdapat saksi yang dianggap netral yang dapat menerangkan ada atau tidak ada peristiwa tersebut. 'Adanya dualisme dalam rekonstruksi ini menjadi sesuatu yang kabur, tidak ada kepastian hukum, tapi ternyata perkara ini tetap dinaikkan dengan dakwaan, dengan begitu gugatan JPU kami tolak” terangnya lebih lanjut.

 

"Sementara dari jejak digital, yang direkam melalui handphone seorang wartawan yang menjadi salah satu tersangka, “Jelas-jelas tidak ada adegan kekerasan, hanya ada perdebatan-perdebatan antara terdakwa dengan pelapor, artinya tidak ada rekaman jejak digital yang menunjukkan adanya peristiwa kekerasan, jadi ini menjadi bukti bahwa tidak ada kepastian hukum dalam penetapan tersangka ” terang Samsi.

 

Dalam sidang yang dipimipin hakim ketua Edwin Adrian dengan Jaksa Penuntut Umum Adi Hidayatulloh dan Glenn Lucky, alah satu tim penasihat hukum terdakwa Chandra Guna juga menyampaikan terdapat perbedaan penafsiran terhadap pasal 72 KUHAP, PH ke-enam tersangka berhak mendapatkan BAP lengkap dan lainnya seperti apa yang di mohonkan sebelumnya. 

 

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan