Terlatih Menembak dan Meracik Bom, Eks Napiter Kini Tengah Cari Kerjaan
BANDARLAMPUNG - Edi (52) atau biasa disebut ES, eks narapidana terorisme (napiter) yang kini telah bertobat dan hidup bersosialisasi dengan damai di tengah masyarakat di Bandarlampung, bercerita awal mula dirinya mengenal gerakan terorisme hingga berlatih ala militer. Semua bermula saat dirinya menyandang status daftar pencarian orang (DPO) dan melarikan diri dari kejaran pihak kepolisian.
Dalam pelariannya, ES kemudian mulai mengenal ajaran atau paham radikalisme yang kemudian membawanya pergi ke Poso. ’’Saat itu kan saya status DPO dari Lampung," katanya.
Di sana, ia pergi ke suatu tempat di daerah pegunungan dengan ketinggian 1.200 hingga 1.800 mdpl. Sebuah daerah pegunungan dengan udara yang dingin serta tersembunyi. Daerah yang menjauhi mereka dari jangkauan masyarakat. Sehingga membuat kelompok mereka bebas melakukan kegiatan pelatihan dan mempelajari segala macam teknik terorisme.
BACA JUGA:Selama Ramadan, Polda Imbau Hiburan Malam Tak Buka
Di sana, ES berlatih bak seorang militer. Termasuk latihan menembak, evakuasi, serta meracik bom. Latihan itu dilakukannya selama 8 bulan lamanya hingga membuatnya terlatih dan mumpuni.
ES mengungkapkan bahwa masuk dirinya ke dalam kelompok radikal itu bermula karena dikenali dengan ajaran wahabi. "Bangsa kita ini bangsa santun, lemah lembut, dan gotong-royong yang sudah diajari sejak kecil. Tiba-tiba saya kenal wahabi, ya sudah hancur lebur semuanya," ungkapnya.
BACA JUGA:Ini Tujuh Puskesmas Tempat Pemeriksaan Kesehatan CJH Tanggamus!
Meski begitu, ES kini mensyukuri bahwa dirinya telah lepas dari pemikiran dan faham radikalisme. Pelajaran itu ia dapat saat dirinya berada di dalam Lembaga Pemasyarakatan usai ditangkap aparat penegak hukum.
Usai divonis selama 8 tahun penjara, ES ditempatkan di Lapas Sentul. Hukuman itu dikatakan ES berkurang dari awalnya yang dituntut selama 10 tahun penjara.
’’Di Lapas Sentul itu, kita diajari banyak hal. Didatangi dosen-dosen hebat dari berbagai universitas," katanya.
Dari sanalah, ES diberi pengetahuan berupa ilmu psikologi, wawasan kebangsaan, ilmu agama, serta kewirausahaan. "Di situ saya sadar bahwa ternyata bentuk kekecewaan terhadap pemerintah itu bukan diungkapkan dengan cara yang salah," ucapnya.
Pembelajaran itu rupanya dapat dimengerti dan dipahami ES yang kemudian membuatnya tersadar. Perlahan tapi pasti, ES mulai menyadari apa yang selama ini dia fahami di kelompoknya sebelumnya merupakan sebuah kesalahan.
Kesadaran dan pertobatan itu ditandai dengan dirinya berikrar bahwa telah kembali kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Sebab, ES sendiri sadar bahwa salah satu tujuan kelompok yang diikutinya dulu adalah melakukan pemberontakan.
ES kemudian dibebaskan pada Mei 2021 dan kembali kepada keluarga di kampung halamannya, Bandarlampung. Itulah saat pertama kali dirinya menghirup udara bebas setelah menjalani 8 tahun hukuman penjara.