RAHMAT MIRZANI

Proyeksi Pendapatan Migas dan Tambang Berpotensi Turun

BERPOTENSI TURUN: Realisasi lebih dari 100 persen, proyeksi pendapatan migas dan tambang berpotensi turun. -FOTO JAWAPOS.COM -

JAKARTA - Proyeksi pendapatan migas dan tambang 2024 berpotensi turun. Diketahui, sepanjang 2023, pendapatan negara terkumpul sebesar Rp2.774,3 triliun. Nilai itu setara dengan 112,6 persen dari target awal atau 105,2 persen dari target yang direvisi melalui Peraturan Presiden Nomor 75/2023.

Pendapatan negara tersebut utamanya ditopang penerimaan perpajakan. Di mana penerimaan perpajakan tercatat Rp2.155,4 triliun. Penerimaan itu terdiri atas pajak sebesar Rp1.869,2 triliun serta kepabeanan dan cukai Rp 286,2 triliun. Sementara itu, realisasi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) mencapai Rp 605,9 triliun.

Kondisi penerimaan negara pada 2024 diproyeksikan tidak secerah 2023. Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyebutkan proyeksi itu didasarkan pada boom harga komoditas yang berakhir pada 2023.

“Pendapatan negara terutama dari PNBP dan penerimaan pajak harus dicermati. Sebab, tahun 2024 ini tidak ada lagi bonanza komoditas,” ujarnya kepada Jawa Pos, Rabu (3/1).

BACA JUGA:Sharp Raih 3 Penghargaan Bergengsi dari Selular & Gadget Squad

Bhima menjelaskan, kondisi berakhirnya boom harga komoditas akan membuat harga minyak mentah cenderung rendah. 

Hal itu juga akan berkorelasi pada pundi-pundi pendapatan negara yang berasal dari batu bara, nikel, migas, dan sektor tambang lainnya. 

“Sehingga windfall profit yang dinikmati APBN 2024 akan lebih kecil dibandingkan tahun 2023. Bahkan, PNBP-nya bisa anjlok cukup dalam,” imbuhnya.

Kondisi itu, lanjut Bhima, tecermin dari kinerja ekspor yang terus menurun. Salah satu pemicunya adalah penurunan harga komoditas. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, harga batu bara turun 5,25 persen dan crude palm oil (CPO) turun 6,29 persen year-on-year (YoY). Penurunan ekspor batu bara sepanjang kuartal III 2023 mencapai 47,32 persen (Yoy) dan ekspor CPO 27,15 persen (YoY).

BACA JUGA:Realisasi Anggaran Ketahanan Pangan Naik Jadi Rp112, 7 Triliun

Ditambah lagi, negara-negara mitra dagang RI, termasuk Tiongkok, belum mengalami pemulihan ekonomi pada 2024. Ekonomi Tiongkok juga belum membaik hingga pada level prapandemi. “Itu akan membawa pengaruh pada kinerja ekspor nonmigas dan migas kita,” imbuh Bhima.

Pada saat yang sama, pelaku usaha juga belum bisa banyak berekspansi. Hal itu terlihat dari geliat industri manufaktur yang masih terganjal naiknya biaya impor bahan baku. 

Permintaan konsumen, khususnya kelompok menengah, juga belum pulih. Permintaan konsumen sedikit terganggu karena tingginya harga kebutuhan pokok seperti beras hingga cabai rawit.

“Jadi, 2024 ini akan memengaruhi penerimaan pajak dari industri, apalagi industri manufaktur menyumbang 30 persen dari total penerimaan pajak. Ini sangat penting,” jelasnya.

Tag
Share
Berita Terkini
Berita Terpopuler
Berita Pilihan