Rupiah Melemah ke Level Rp16.235 per USD
Ilustrasi uang dolar dan rupiah.-FOTO DOK/JAWAPOS.COM -
JAKARTA - Nilai tukar (kurs) rupiah melemah menjadi Rp16.235 per dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan jelang akhir tahun, Jumat (27/12). Angka ini tercatat melemah 45 poin dibandingkan penutupan pada perdagangan sebelumnya.
’’Penguatan dolar AS didorong oleh sikap agresif Federal Reserve terhadap suku bunga hingga tahun 2025 dan ekspektasi inflasi yang lebih tinggi serta kinerja ekonomi yang kuat di bawah pemerintahan Donald Trump yang akan datang,” kata pengamat pasar uang sekaligus Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi dalam analisisnya, Jumat (27/12).
Lebih lanjut, dia menjelaskan bahwa inflasi indeks harga konsumen di ibu kota Jepang tumbuh lebih dari yang diharapkan pada bulan Desember karena meningkatnya tekanan harga. Sementara itu, penjabat presiden Korea Selatan, Perdana Menteri Han Duck-soo, menghadapi pemungutan suara pemakzulan pada hari Jumat (27/12) di tengah krisis politik yang dipicu oleh sidang pertama Mahkamah Konstitusi tentang darurat militer Presiden Yoon Suk-yeol yang berumur pendek.
Di sisi lain, pemerintah Tiongkok telah memutuskan untuk menerbitkan obligasi pemerintah khusus senilai 3 triliun yuan (USD411 miliar) yang memecahkan rekor tahun depan, dalam upaya fiskal yang intensif untuk merangsang ekonomi yang sedang berjuang, Reuters melaporkan pada hari Selasa.
BACA JUGA:Jasa Marga Kembali Terapkan Diskon Tarif Tol 10 Persen
Tak hanya sentimen global, pelemahan juga didorong oleh daya beli masyarakat di Indonesia yang anjlok dan membuat aktivitas ekonomi melambat. Dari sisi level konsumsi rumah tangga saja, selama tiga kuartal tahun ini terus tumbuh di bawah 5 persen.
Per kuartal III-2024 saja, konsumsi rumah tangga hanya tumbuh 4,91 persen (yoy). Membuat laju pertumbuhan ekonomi kuartal III-2024 hanya 4,95 persen. “Meski begitu, pemerintah masih bersikeras menganggap daya beli masyarakat Indonesia tetap terjaga, Terjaganya daya beli dilihat dari sudut pandang indeks keyakinan konsumen per November yang masih naik ke level 125,9, hingga indeks penjualan riil yang juga masih tumbuh meski hanya 1,7 persen,” jelasnya.
Sebaliknya, kata Ibrahim, para ekonom memandang daya beli masyarakat sudah nampak jelas sedang jatuh. Untuk melihat data daya beli masyarakat melambat, bisa merujuk pada realisasi kondisi ekonomi pada kuartal III-2024 yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS).
Pada kuartal III-2024 bisa menjadi acuan dalam melihat daya beli sesungguhnya masyarakat, karena tidak ada faktor musiman yang menolong angka pertumbuhan konsumsi rumah tangga. “Sehingga pertumbuhan ekonomi dan konsumsi dari yang sebelumnya di atas 5 persen menjadi di bawah 5 persen itu sebenarnya tanda yang clear bahwa ada potensi pelemahan daya beli,” urainya. (jpc/c1)