Suarakan Keberpihakan melalui Seni
--
DOLOROSA Sinaga dikenal sebagai salah satu maestro seniman patung di tanah air. Seniman 71 tahun ini banyak melahirkan karya seni sarat makna yang menggambarkan keberpihakannya pada tiap persoalan.
”Paling penting dan besar maknanya selama saya berkarya antara lain patung Solidaritas; Concise History of The Mass Murdered Of 1965 In Indonesia; I, The Witness; Soekarno Dibungkam, maupun Wiji Thukul,” ujarnya seperti dikutif Jawa Pos belum lama ini.
Dolorosa menuangkan segenap hati dan pikirannya dalam melahirkan setiap karya. ”Sarat akan perlawanan dan keberpihakan saya pada berbagai persoalan, karya saya adalah karya yang berpihak,’’ imbuhnya.
Peraih Anugerah Seni Budaya (2009) dari pemerintah RI itu menceritakan, baginya, karya seni memiliki berbagai kekuatan. Melalui seni jugalah, manusia bisa menghormati perbedaan, menggalang kesadaran untuk mendorong perubahan bangsa, hingga memberi jawaban untuk melawan kekerasan. ”Seni itu sangat powerful. Sangat kuat perannya dalam kehidupan manusia,” tuturnya.
Dengan idealisme yang diusungnya, mayoritas patung yang dihasilkan Dolorosa banyak menampilkan sosok perempuan. Figur laki-laki amat jarang menjadi objek yang dipilihnya.
Hal itu bukannya tanpa sebab. Menurut seniman yang juga aktivis itu, perempuan merupakan kaum yang harus dibela. Perempuan, lanjut dia, banyak teropresi di berbagai ranah. Mulai kultur, hukum, sosial, dan lainnya.
”Keberpihakan saya pada persoalan-persoalan yang dihadapi perempuan terus saya gaungkan sampai perempuan tidak lagi perlu bercita-cita jadi budak di negeri orang lalu pulang dalam peti mati atau lumpuh. Itu persoalan kita, kita nggak boleh diam,” ungkapnya.
Patung-patung yang dibuat Dolorosa menggunakan media perunggu. Hal itu lantaran perunggu punya kualitas yang dapat memberikan kesan mengilat pada permukaannya. Selain perunggu, dia juga memakai aluminium dengan lapisan resin. Menambah elegan karya yang dihasilkan.
Di luar kesibukannya berkesenian dan mengajar, Dolorosa mengisi waktu luang untuk melakukan beragam hobi yang membuatnya ”forever young”. ”Karena seniman kali ya. Kalau kita mengerjakan apa yang mengasyikkan dan kita meyakini itu besar manfaatnya, kita akan terus menjadi muda. Bermanfaat bagi orang banyak dan asyik dalam menjalaninya,” tambahnya.
Salah satu figur penting Fakultas Seni Rupa Institut Kesenian Jakarta (IKJ) itu punya banyak harapan pada dunia seni dan aktivisme. Salah satunya, dia berkeinginan membuat Sejuta Sekolah Seni. Asa itu pelan-pelan dipupuknya melalui kelas aktivisme seni di IKJ sejak 2011. Itu menjadikan IKJ satu-satunya perguruan tinggi kesenian yang memiliki kelas aktivisme seni.
”Dari situ, saya mau melihat negara ini siapapun pemangkunya, dia secara perlahan mengerti bahwa seni adalah alat pendidikan paling ampuh. Karena semua ekspresi seni berkaitan dengan beragam nilai penting dalam tiap aspek kehidupan manusia,” tuturnya. (dee-jpc/rim)