Menyingkap Tabir Dana Bagi Hasil (Tinjauan Fenomenologis)

Saring Suhendro. Akademisi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unila juga Pengurus Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia Cabang Lampung--

Kedua, terjadi ketimpangan pembangunan antar daerah. Tujuan utama adanya dana transfer DBH adalah mengatasi ketimpangan keuangan antar pemerintah kabupaten/kota. Penundaan DBH ini justru semakin memperbesar celah ketimpangan dan kemampuan kapasitas fiskal kabupaten/kota dimana penundaan transfer DBH diatas 50 persen.

Ketiga, pemerintah kabupaten/kota mengalami kesulitan dalam melakukan pembangunan. Peran pemerintah daerah khususnya pemerintah kabupaten/kota dalam mendorong pertumbuhan ekonomi merupakan hal yang urgent. Kabupaten/kota menjadi pilar utama dalam melakukan pemerataan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi sehingga mengurangi kesenjangan antar daerah. Oleh karena itu, penundaan transfer DBH menyebabkan daerah mengalami kesulitan pendanaan dalam melaksanakan program/kegiatan yang mendorong pembangunan.

Keempat, menurunnya kinerja pemerintah kabupaten/kota. Indikator kinerja pemerintah daerah dapat dilihat dari nilai Human Development Index (HDI) kabupaten/kota di Provinsi Lampung masih dibawah rata-rata HDI nasional yaitu sebesar 74,39, kecuali untuk Pemkot Bandar Lampung dan Metro masing-masing sebesar 78,05 dan 77,91.

 

Upaya Perbaikan Penyaluran DBH

Mengingat dampak yang besar dari penundaan transfer DBH provinsi ke kabupaten/kota perlu dilakukan langkah-langkah strategis. Menurut hemat penulis, langkah-langkah tersebut, pertama, pemberian sanksi kepada Pemprov oleh Kementrian Dalam Negeri. Kementrian Dalam Negeri sebagai Lembaga yang melakukan pembinaan dan pengawas pemerintahan daerah sudah sepatutnya memberikan sanksi kepada Pemprov yang sengaja melakukan tindakan yang dapat menghambat pemerataan pembangunan daerah dan pemerataan pertumbuhan ekonomi daerah. Sanksi ini selaras dengan konstruksi keuangan negara/daerah dengan sistem desentralisasi.

Kedua, perlu dilakukan reformulasi dana transfer DBH Provinsi yang diarahkan pada aspek kepastian hukum, baik jumlah maupun ketepatan waktu pencairan. Kepastian ini sangat diperlukan pemerintah kabupaten/kota dalam proses penyusunan APBD yang transparan dan kredibel.

Ketiga, Pemprov mempercepat pelaksanaan UU No.1 Tahun 2022 terkait dengan penerapan opsen PKB dan Opsen BBNKB sebagai pengganti bagi hasil. Penerapan opsen pajak ini sebagai alternatif penerimaan pajak PKB dan BBNKB yang ditransfer yang prosentase dan didasarkan pada realisasi pajak tahun sebelumnya yang diharapkan polemik pengulangan penundaan DBH Pemprov tidak terjadi lagi.

Penegasan bahwa transfer DBH dari provinsi merupakan bentuk pengejawantahan konstitusi dalam wujud penyerahan sumber keuangan kepada kabupaten/kota sebagai aktualisasi mengatasi ketimpangan antar daerah. DBH merupakan sumber pendapatan daerah vital yang digunakan oleh pemerintah kabupaten/kota untuk membiayai pembangunan daerah yang dituangkan dalam APBD.

Penundaan dana transfer DBH akan berdampak serius bagi pemerintah kabupaten/kota dalam hal kepastian hukum, ketimpangan pembangunan, kesulitan sumber pendanaan, dan rendahkan kinerja pemerintah daerah. Oleh karena itu, perlu ada upaya yang strategis dan serius dari pemerintah pusat maupun pemerintah provinsi khususnya lampung dalam menyelesaikan masalah penundaan transfer DBH yang terjadi selalu berulang-ulang ini. (*)

Tag
Share